Ini
adalah pertanyaan ketika aku selesai mengirimkan lima kartu ucapan tahun baru
kepada lima teman. Mengapa mereka. Mengapa lima teman ini yang aku kirimi kartu
ucapan. Mengapa bukan si ini atau si itu atau si dia. Mengapa mereka?
Lama
aku merenung untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan ‘mengapa mereka?’.
Secara, kelima teman yang aku kirim ucapan tahun baru ini rata-rata berada di
luar Jogja (tempat aku berdomisili). Berdasarkan apa aku bisa memilih mereka
untuk mendapatkan kartu (yang ku anggap) spesial ini? Atau aku hanya memilih
mereka secara acak saja.
Akhirnya,
aku pun menyusuri labirin pikiranku untuk melihat kembali kebelakang. Alasan yang
membuat aku dipertemukan oleh mereka. Sehingga mereka memang layak menerima
kartu ucapan spesial dari aku di tahun baru ini.
Yuar
Adalah
orang pertama yang terlintas dipikiranku ketika aku berfikiran ingin membuat
kartu ucapan tahun baru. Aku dipertemukan dengan dia di acara IMM (Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah) 5 tahun yang lalu. Awal kami bertemu tidak mengindikasi
adanya pertemanan ini akan sedekat sekarang. Tetapi mengapa Allah selalu
mempertemukan kami?
Ternyata
dia dikirim Allah untuk mensuport aku. Lucu ya. Emang. Allah mendekatkan aku
dengan Yuar tidak hanya sekedar teman satu organisasi. Tapi lebih dari itu.
Sebagai teman cerita, diskusi, problem solving, dll. Jangankan hal-hal serius,
bahkan hal-hal konyol pun selalu menjadi perbincangan hangat kami. Dari dia aku
belajar banyak hal. Salah satunya menjadi teman pendengar yang baik.
Bahkan
sekarang dia di Bali pun kita masih sering komunikasi, walau pun hanya say hello aja. Makasih ya Yuu buat
kupingmu yang masih mau denger keluh kesahku. Hehehehehe.
Rega
Jujur
saja, aku baru kenal dengan adek yang luar biasa ini belum lama. Bertemu di
Semeru pada pertengahan tahun 2013. Ngobrol-ngobrol asyik di awal tahun 2014.
Lalu ketemu lagi di pertengahan 2014. Aku selalu bertanya-tanya, mengapa kami
akrab, apa alasan Allah tetap menjaga silaturahim kami. Padahal kami lebih
banyak berkomunikasi di jejaring sosial daripada bertatap muka. Sebab dia di
Jakarta.
Ternyata,
pertemanan kami ini memberikan jawaban atas kepenasaran akan seseorang. Klasik
sih. Masalah laki-laki. Singkat cerita, aku punya teman laki-laki yang aneh. Dari
awal bertemu aku hanya ngasih stempel teman saja. Nggak lebih. Tetapi,
lama-lama kedekatan kami jadi kurang wajar. Hampir saja stempelku ini mau
lepas. Setiap mau lepas pasti ada saja hal yang mebuatku ragu. Akhirnya aku
patenkan untuk tetap berteman nggak lebih.
Begitu
stempel ini aku patenkan, nggak ada angin nggak ada hujan muncullah Rega
bercerita. Dia cerita jika dia juga berteman ‘kurang wajar’ dengan teman
laki-laki ini. Terbongkarlah ‘keusilan’ teman laki-laki ini dalam urusan
perempuan. Alhamdulillah, berarti keputusan mematenkan stempel pertemanan ini
adalah yang terbaik. Kalau dipikir-pikir, nggak mungkin kan kami bisa cerita
panjang lebar dalam urusan seperti itu kalau kami dari awal nggak akrab.
Bisa
jadi, kalau aku melewatkan silaturahim sama Rega ini, misal suatu hari teman
laki-laki ini datang lagi dan aku nggak siap, runtuhlah seketika keping hatiku.
Duuuhhhh, ogah banget. So, makasih Allah telah menjalinkan silaturahim dengan
adek Rega.
Dibi
Sama
dia, aku udah kenal lama banget. Kalau dihitung-hitung kami kenal kurang lebih
12 tahun. Wow banget ya. Jujur saja, dulu pertama kali kenal dia, sosok Dibi
adalah sosok yang aneh. Pernah satu asrama sama dia, dan dia merupakan salah
satu daftar teman yang dihindari oleh teman-teman yang lain. Tapi entah kenapa
aku nggak bisa. Aku tetap berteman dengan dia, meskipun dia dibilang aneh.
Akhirnya,
semakin kesini aku semakin paham. Dari dia aku di ajari banyak hal. Mulai
mengenal organisasi, ideologi, cinta, sampai nulis-nulis. Kalau kalian pengen
tahu siapa yang membuat aku gencar nulis sampai bikin blog kayak begini, dialah
orangnya. Dia juga teman diskusi yang kece, apalagi soal ‘masih pengen single’
begini. Hehehhee. Semoga, tahun ini kita ada pencerahan buat mikirin nikah ya
Dib, hihihihii.
Hasti
Adekku
yang satu ini, kenal sudah cukup lama. Kalau sama Dibi 12 tahun berarti sama
Hasti 11 tahun. Soalnya dia adek kelas jaman sekolah dulu. Sebenarnya,
keakraban sama dia bukan dibilang kebetulan sih. Soalnya, aku jadi akrab sama
dia, gegara dia tu adek-adekannya temen deketku si Maul. Karena Maul ini kuliah
di Surabaya, so dia nitipin Hasti sama aku. Jadi deh akrab.
Aku
dulu mikir, apakah akrabnya aku dan Hasti ini hanya karena dia titipannya Maul?
Hanya sekedar mbak-adek untuk berbagi cerita aja? Ternyata nggak. Dari dia aku
belajar keberanian dan menghadapi tantangan. Salah satunya naik gunung. Dia
yang dulu membuat aku berani ngebolang dari Jogja-Bandung naik kereta api
sendiri. Dia juga yang ngajakin aku pertama kali mengenal indahnya negri di
atas awan. So, bertemu dengan Hasti adalah anugrah. Makasih ya adek sayang…..
Qmel Gembel
Sama
kayak Dibi, aku kenal sama ni orang udah 12 tahunan. Dia temenku yang apa
adanya. Saking apa adanya jadi kayak gembel. Hahahhaha. Bukan gembel yang bauk
gitu lho ya. Gembel nya lebih ke nggak pedulinya dia sama penampilan gitu,
tomboy-tomboy nggak jelas. Hahahhaa, damai ya Mbell :p
Lalu,
apa yang membuatku bersyukur dipertemukan dan berteman dengan si Gembel ini?
Tak lain dan tak bukan karena sikap apa adanya itu. Jarang aku temui teman yang
sampai saat ini masih nggak peduli sama dandanan. Terus kegigihan dia buat
menjadi orang bermanfaat. Dia memang bukan teman curhat yang baik, hihihihi,
tapi dia adalah teman yang menyenangkan. Tanggal 11 besok dia mau nikah,
akhirnya udah nggak jomblo lagi yo Mbel, hehehehe. Makasi untuk kehadiranmu
sebagai teman :)
Inilah
sosok lima orang yang aku kirimin kartu ucapan itu. Yang beberapa hari ini aku
renungi terus untuk mencari jawaban atas pertanyaan ‘mengapa mereka?’. Hal ini
bukan berarti teman yang lain nggak spesial dan nggak bermanfaat. Insya Allah,
semua orang yang pernah aku kenal, yang hadir sengaja atau tidak sengaja dalam
kehidupanku, pasti ada manfaatnya. Baik secara langsung atau tidak.
No comments:
Post a Comment