Ia kembali berjalan, menyusuri sungai yang mengular di tengah rimba. Entah apa yang ia perbuat. Ia seperti sibuk dengan pikirannya. Sesekali ia tersandung batu didepannya, sesekali pula ia mengaduh dan mengumpat. Tapi ia terus berjalan. Bahkan cicitan burung pun tak ia gubris. Hey, kenapa kamu tak peduli?
Di persimpangan ia berhenti. Ia terlihat bingung. Aku berharap ia belok di persimpangan itu. Tapi rupanya ia hanya berdiam disana dalam waktu yang lama. Dia seperti berfikir keras. Menentukan arah yang akan dituju. Apakah ia akan tetap lurus mengikuti jalan atau mencari hal baru dengan belok di persimpangan itu.
Aku berharap cemas disini, menanti langkahnya di kemudian hari. Karena aku hanyalah angin yang sedang berputar mengitari ia, yang disebut Agustus.
(=^.^=)
(=^.^=)
No comments:
Post a Comment