"Tak lagi sama"
"Apanya?"
"Dunia"
"........."
Hening. Dan....... selesai. Tamat.
Maaf, kalo ngeselin. Sekarang serius ya. Serius? Yakin? Hmmmmm. Oke, nggak penting~ Aku emang mau nulis tentang sesuatu yang tak lagi sama. Harap jangan kecewa kalau itu bukan tentang perasaanku.
Tanpa kita sadari kita telah berubah. Dulu kecil sekarang besar. Dulu idealis sekarang realistis, begitu pun sebaliknya. Dulu jelek sekarang masih jelek. Ehh. Apakah dunia yang telah menuntut kita untuk terus berubah?
Sepertinya tidak juga. Aku sering ke pasar. Dari aku kecil sampai udah hampir bangkotan gini, yang jual masih sama aja. Simbah tua yang masih jualan sayuran, mbok-mbok penjual rempah-rempah, bahkan tukang parkirnya pun masih tetap sama.
Apakah ada yang berbeda dari semuanya? Ada. Mereka yang tua-tua udah nggak muda lagi. Mereka yang dulu ke pasar pakai sepeda sekarang udah punya pickup yang di sopirin anaknya. Dulu tempat parkir masih beratapkan gubug, sekarang udah pakai genteng. Tidak berubah, namun tak lagi sama.
Kita di paksa untuk berubah mengikuti jaman. Tapi bukan berarti kita mengubah diri kita yang bukan diri kita. Misalnya, simbah tua penjual sayur. Apakah dengan tetapnya dia jualan sayur di pasar dikatakan hidupnya menderita, miskin dan nggak bahagia? Nyatanya dia yang dulu modal sepeda reot bisa punya pickup. Apabila waktu itu disuruh jualan yang lain, belum tentu dia bisa sesukses dan sebahagia sekarang. Meskipun hanya jualan sayur sekali pun.
Tidak berubah, namun tak lagi sama. Jangan sampai kita mengikuti arus yang menjadikan kita lupa, siapa kita dan hidup untuk apa. Bahagia tidak melulu soal tahta atau pun harta. Bahagia tak melulu menuntut kita harus berubah. Perubahan tak menjanjikan sesuatu menjadi lebih baik, tetapi diam saja juga bukan sebuah solusi. So, jika memang kamu harus diam, diamlah, tapi bukan untuk tidak bergerak. Nanti kamu bisa kesemutan soalnya. :p :p
(=^.^=)
No comments:
Post a Comment