Mendengarkan orang bercerita
tentang aku dari lahir hingga tahun 1997 (baca disini) rasanya campur aduk.
Antara senang dan sedih. Membayangkan bagaimana masa kecilku yang penuh
kejutan. Nggak kebayang pula bagaimana repotnya bapak dan ibu dulu punya anak seperti
aku. Mulai tahun 1997 ke atas aku sudah bisa sedikit mengingat pertumbuhanku.
Meskipun banyak yang sudah menguap juga.
1998.
Umur 9 tahun. Indonesia rusuh. Tapi belum tahu apa-apa. Cuma ngikutin arus
kampanye aja. Karena di kampung pada ngejagoin salah satu partai, begitu
jalan-jalan sama teman di kampung sebelah seluruh bendera partai lain di
sepanjang jalan kami ambil semua. Sampai rumah itu bendera mojok nggak guna.
Alhasil sama ibu buat lap. Oya, di tahun ini sudah mulai mengenal bola, menggemari juventus dan Del Piero.
1999.
Umur 10 tahun. Masuk diniyah (sekolah keagamaan setara SD). Mulai naksir cowok,
sekarang sama cowok itu temenan dan udah nganggep kayak kakak sendiri.
Nglayapnya udah nggak tahu aturan. Untuk usia SD saat itu, naik sepeda sampai
kampung sebelah itu udah jauh banget. Mulai les juga, walaupun nggak
bodoh-bodoh banget. Soalnya yang dicari cuma banyak temen aja. Mungkin di tahun
ini mulai terlihat rasa senangnya berteman.
2000.
Umur 11 tahun. Pindah sekolah. Gegara adek yang suka nglayap nggak tahu aturan.
Jadi disekolahin yang jauh dari rumah. Biar pulangnya dijemput selepas
bapak-ibu kerja. Merasakan rasanya jadi anak baru. Hampir jadi korban bully. Tetapi nggak mempan, mantan
preman TK dilawan. Hahahaha. Di SD yang baru ini ketemu temen yang suka
berimajinasi. Bersama dia pernah ngebolang sampai keraton, berangkat dari
Bantul naik bis berdua. Bakat ngebolang yang sudah mulai terlihat rupanya.
2001.
Umur 12 tahun. Imajinasi mulai liar gegara film Amigos. Menghayal kalau kekuatan
magic itu benar-benar ada. Bahkan
rela telat berangkat bimbingan belajar kelas gegara film ini. Gegara film F4
rela potong rambut model ‘segi’ kayak pemainnya. Mulai suka film india. Pernah
ngelabrak temen gegara nyebelin. Pernah disukai temen sekelas yang berujung
disewotin temen cewek yang suka cowok itu. Mulai meninggalkan juventus dan Del
Piero tapi beralih ke AC Milan dan Kaka.
2002.
Umur 13 tahun. Masuk sekolah setara pondok pesantren. Pertama kali masuk asrama
sudah nangis, gegera kesel sama temen. Tapi habis itu udah mulai betah. Pas
ultah dikerjain sama temen asrama, disiram di koridor kamar mandi pakai air
cucian sabun. Terus ranjang juga diberantakin. Huff. Bakal usil mulai
berkembang. Bakat lari juga mulai terlihat. Bercita-cita jadi penjelajah dunia.
2003.
Umur 14 tahun. Mulai suka menulis. Selalu di jagokan dalam lomba lari antar
kelas. Pernah berhasil mencetak nilai tertinggi dalam lari keliling alun-alun,
dengan waktu kurang lebih 3 menit. Mulai suka organisasi. Intinya pengen punya
banyak teman. Mulai mencanangkan cita-citanya untuk menguasai ilmu pertanian.
2004.
Umur 15 tahun. Pernah kabur dari asrama dan ketahuan tetangga. Alhasil kamar
dipindah dekat musyrifah (semacam guru pendamping di asrama) biar bisa
diawasin. Jadi pengurus ekstrakulikuler KIR (Kelompok Ilmiah remaja) di
sekolah. Bangga banget waktu itu. Bakat nulisnya uda nggak sebatas puisi sama
cerpen aja, tapi ke tulisan yang lebih ilmiah (artikel, essay dll). Udah mau
UAN. Berpikir pengen keluar dari sekolah asrama. Tapi setelah dipikir-pikir
kalau nggak genep 6 tahun nggak seru. Alhasil meneruskan SMA di sekolah asrama
ini.
2005.
Umur 16 tahun. Udah masuk SMA cuy. Mulai kenal sama anak seberang, alias cowok
dari sekolah asrama putra. Mulai kenal teman-teman dari sekolah luar juga,
soalnya sering dikirim buat ikutan seminar atau pelatihan dari KIR. Punya
pacar, dan dia pacar pertama. Ngrasain sensasi jadi anak ‘nakal’ yang
ngelanggar aturan (soalnya dilarang pacaran). Karya Ilmiah sudah sering ikut
dilombakan. Baik pribadi maupun kelompok. Mulai ngefans sama Soe Hok Gie,
gegara filmya di peranin Nicholas Saputra.
2006.
Umur 17 tahun. Huaaaa, sweet seventeen. Punya pacar pula. Mulai ‘nakal’ lagi
dengan bawa HP dan kadang bawa motor. Jadi kucing-kucingan gitu. Mulai sering di
panggil musyrifah akibat kenakalan itu. Tapi mereka tidak pernah punya bukti.
Jadi tetep aman. Terus jadi mujanibah (pembimbing asrama dan kamar) adek kelas
1 SMA. Bersyukur nggak dikasih yang kelas 1 SMP, bisa puyeng. Tulisan ada yang
dimuat di majalah BAKTI (majalahnya Departemen Agama DIY). Pertama kali dapat
honor dari majalah, dan bahagia banget. Tergila-gila sama buku 5cm terus
bercita-cita kalau kuliah ikutan mapala (mahasiswa pecinta alam).
Menulis di Part II ini ternyata
lebih sulit. Karena memadukan cerita orang dan ingatan diri sendiri. Mencoba
terus menguak kenangan-kenangan itu. Ah diriku, kamu nano nano sekali ternyata.
Semakin gemas melihat perjalanan hidupku. Antara percaya dan tak percaya aku
hidup dalam jalan seperti itu. Part III adalah bagian terakhir dari sejarah
ini. Disitulah sekarang aku berada. Seperti apa? Ikutin Part III ya… (=^.^=)
No comments:
Post a Comment