Perjalanan
menuju puncak biasanya adalah perjalanan yang tersulit. Tak hanya butuh fisik
yang kuat, namun juga mental yang kuat. Dan inilah akhir catatan perjalalan
semeru ku setelah sekelumit cerita yang telah aku bagi di Catatan Perjalanan
Semeru #Part I #Part II dan #Part III. Dengan hati aku menuliskannya, menguak
kembali memori-memori beberapa bulan
yang lalu, yang selalu aku nanti-nanti kapan aku bisa menyelesaikan tulisan
ini. Untuk kalian yang telah setia menanti cerita-ceritaku, monggo……
16 Agustus 2013
Setelah
terbangun oleh teriakan panitia pada pukul 11 malam (15/08/13), kami pun segera
berkumpul di tanah lapang untuk briefing
terakhir sebelum muncak. Tampak disana panitia dan peserta telah berjejer
berkumpul untuk perjalanan menuju puncak. “jangan lupa bawa bekal, alat
penerangan, barang nggak penting ditinggal tenda aja, aman kok,” teriak mas
Catur selaku panitia memberi komando. Setelah semua peserta berkumpul dan persiapan
beres, kami pun segera berangkat berbondong-bondong menuju puncak. “ingat,
jangan saling mendahului, tetap disiplin dan jangan terpisah dari rombongan ya,
karena tidak hanya kita yang malam ini muncak,” pesan beliau lagi sebelum kami
berangkat.
Tepat
pukul 00.10 kami segera meninggalkan Kalimati menuju perjalanan sesungguhnya,
puncak Mahameru yang gagah perkasa. Tampak berkelok-kelok seperti ular barisan
para TSIer yang akan muncak Mahameru. Kerlap-kerlip lampu penerangan dari
senter ataupun headlamp menghiasi
vegetasi terakhir sebelum puncak Mahameru. Indah sekali. Layaknya barongsai
panjang yang tengah menari-nari dengan gemulai. Peserta nampak disiplin sekali.
Semeru
sepertinya ramai sekali. Iyalah, selain liburan orang datang kesini karena
ingin merayakan 17 Agustus di gunung tertinggi di pulai Jawa ini. Sehingga
bukan kami saja yang pagi buta ini muncak Mahameru. Karena menurut informasi,
tanggal 17 Agustus ada larangan untuk menaiki puncak. Oleh karena itu untuk
menuju puncak kami harus antri. Jadi setiap beberapa menit -kurang lebih 5
menit- sekali kami berhenti, jalan lagi, kemudian berhenti lagi. Begitu
seterusnya hingga sampai atas.
Setelah
Kalimati kami melewati Arcopodo, tempat ngecamp terakhir. Kami tidak ngecamp
disana karena tempatnya kurang luas untuk menampung peserta yang berjumlah
hampir 100 ini. Setelah Arcopodo kita akan menemui Cemoro Sewu, dimana Cemoro
Sewu ini adalah batas terakhir vegetasi dan pasiran puncak. Dan sungguh
teman-teman, medan dari Kalimati hingga Cemoro Sewu ini sungguhlah berat. Kita
nggak cuma butuh fisik yang kuat pula karena jalannya yang semakin nanjak dan
terjal. Akan tetapi mental yang kuat pula, seperti bersabar menunggu antrian
jalan, nggak mudah lho menahan ego untuk nggak menyeruak barisan.
Sabar itu proses
Ditemani
kabut yang tebal dan suhu yang rendah membuat kami benar-benar harus siap
dengan segala hal. Aku ingat ada salah seorang panitia yang bilang “Kalau kamu
melewati Arcopodo dan istirahat usahakan jangan sampai ketiduran, bisa
kebablasan kamu ntar,”. Iyupz, dengan suhu yang kata Tim SAR yang lewat
disebelahku katanya suhu pagi itu mencapai -50C. Memang, kawasan
Bromo, Tengger dan Semeru (BTS) pada
saat bulan Agustus puncaknya suhu rendah. Sehingga bagi siapapun kalian yang
ingin bermain di kawasan BTS di bulan Agustus, siapkan amunisi penghalau
dinginnya.
Mulai
naik pasir mulai terasa perjuangannya. Naik selangkah mundur dua langkah. Dari
sini rombongan sudah mulai pecah. Karena tersusul oleh rombongan dari luar,
sehingga membuat barisan kami pecah. Kami
sekelompok pun terpisah. Dan aku bersama Day, berjalan pelan menyusuri pasir
untuk menggapai puncak. Kurang lebih pukul 04.30 tiba-tiba hujan turun.
Astaghfirullah, dan sebagian rombongan kami rata-rata tidak membawa mantel.
Karena ketika berangkat cuaca memang cerah. Duuh bodoh banget ya.
bukankah meminimalis resiko adalah salah satu bentuk
kedisiplinan?
Tetapi
banyak dari kami yang masih bertahan untuk lanjut kepuncak, salah satunya aku
dan Day. Kami berlindung di balik bebatuan menunggu hujan reda. Beruntung jaket
kami waterproof, sehingga sedikit
membantu kami menahan air hujan yang masuk. Akan tetapi dingin tak bisa
ditawar, jika kami tak bergerak, kami akan hipotermia. Oleh karena itu kami pun
segera bergerak melanjutkan perjalanan. Baru beberapa meter berjalan tampak
terlihat seseorang entah masih rombongan kami atau bukan yang terkena
hipotermia. Mengerikan, mukanya pucat asli, menggigil dan tak berdaya. Aku dan
Day pun begidik ngeri.
Ketika
kami berjalan lagi, hujan pun segera turun kembali. Kali ini nggak main-main,
si hujan bawa teman-temannya, angin dan dingin. Sehingga ketika aku dan Day
tetap nekat naik, dari atas banyak orang berbondong-bondong turun kebawah.
Beberapa dari mereka ada yang bilang di pintu puncak telah dihadang TNI agar
kami nggak nekat sampai puncak. Tampak terlihat pula disekeliling kami
wajah-wajah nekat yang bertahan. Aku dan Day pun bingung, hingga tanpa sadar
aku pun melemah dan bilang “mending kita turun aja yuk Day”. Day pun sebenarnya
sudah ngeri sama orang hipotermia, sehingga tanpa babibu lagi dia mengiyakan
ajakanku untuk turun. “kesempatan kepuncak masih ada kok, sedangkan kesempatan
keselamatan nggak ada yang tahu”.
Puncak hanyalah bonus, tujuan sebenarnya adalah
kembali kerumah dengan selamat
Kami
pun turun dengan perasaan plong. Mungkin sedikit kecewa karena kami tak
berhasil menggapai puncak. Meskipun kami mencoba bertahan di tengah hujan dan
dingin, belum tentu kami berhasil bertahan dengan selamat. Meskipun banyak
teman-teman kami yang berhasil sampai puncak dengan selamat. Menurut cerita
teman-teman yang sampai puncak, mereka bertahan sebentar di beberapa titik
hingga para TNI turun. Sehingga ketika pukul 05.30 saat hujan mulai reda mereka
lanjut lagi menggapai puncak. Sebenarnya iri total, karena mereka bisa memperjuangkan
keinginan mereka sampai puncak. Akan tetapi aku meredam rasa kecewa ini dengan
rasa ikhlas, toh aku sendiri nggak menyangkal jika sebenarnya pagi itu aku
sudah tidak tahan dingin dan mulai lemah. Jika aku paksakan muncak, belum tentu
aku pulang beraga dan bernyawa. Tuhan sudah merencanakan yang lebih indah.
Jangan kamu
paksakan egomu jika itu melibatkan keselamatamu dan temanmu
Sampai
Kalimati kurang lebih pukul 07.00. Ternyata di Kalimati juga hujan, sehingga
tenda kami dan sebagian barang-barang kami basah. Menjadikan pagi itu sekitar
tenda telah berubah menjadi jemuran. Terlihat peserta TSIer sudah sibuk dengan
aktivitas masing-masing. Ada yang asyik menceritakan pengalaman muncak mereka
pagi tadi, ada yang sibuk menjemur pakaian atau perkakas yang basah, ada yang
sibuk foto-foto, dan ada yang sibuk merajut mimpi alias tidur, hehehee.
Pukul
13.15 setelah berfoto-foto bersama kami segera meninggalkan Kalimati. Kebetulan
rombonganku ikut rombongan panitia di kloter terakhir. Sehingga TSIer sudah
meninggalkan Kalimati, kami masih santai-santai dan jalan pelan-pelan. Sehingga
baru pukul 18.00 tepat kami sampai Ranu Kumbolo.
TSIer |
Sampai
Ranu Kumbulo kelompokku pun segera mendirikan tenda, memasak dan langsung masuk
tenda untuk tidur. Seperti malam di Ranu Kumbolo sebelumnya, kami pun main
kartu sebagai pengantar tidur kami. Bedanya, malam ini tak sedingin malam Ranu
Kumbolo sebelumnya. Entah suhunya yang menurun, atau akunya yang sudah mulai
bersahabat dengan dinginnya Ranu Kumbolo ya, hehehee.
17 Agustus 2013
17 Agustus tahun 45
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka, Nusa dan Bangsa
Hari lahirnya rakyat Indonesia.. Merdeka
Sekali Merdeka tetap Merdeka
…..
(17 Agustus’45)
Pukul
05.00. Huaaaaa, selamat pagi Ranu Kumbolo, selamat ulang tahun Indonesiaku yang
ke 68. Aku pun bangun dengan perasaan gembira. Yeah, tapi meskipun begitu aku
pun tak segera beranjak dari tendaku. Hanya membuka sedikit pintu tenda dan
membuka catatan kecilku menuliskan beberapa kalimat tak menentu. Setelah alarm
perut berbunyi, mau tak mau aku segera memasak air dan mulai mengupas kentang
untk sarapan. Tampak teman-temanku masih terlelap dalam SB masing-masing.
Mereka baru terbangun setelah teh hangat siap di minum, uugghh dasar -,-
Setelah
sarapan, kurang lebih pukul 10.00 TSIer berkumpul untuk upacara dan
lomba-lomba. Entah kenapa ketika lagu Indonesia raya yang dinyanyikan secara
serentak membuatku meneteskan air mata. Hingga lagu selesai dinyanyikan tampak
mukaku telah penuh dengan air mata, hingga teman sebelahku yang tidak kuketahui
namanya –karena dia nggak setim sama aku- terheran-heran. “Kamu nangis yan
Mbak?” katanya. Aku pun hanya menanggapi dengan senyuman tanpa mengucap sepatah
kata apapun. Haruku membuatku tak bisa berkata cuy. Lalu setelah upacara
selesai acara dilanjut dengan perlombaan kelereng, tari bola dll.
Dasanya
aku malas, begitu teman-teman pada lomba-lomba, akunya ngacir masuk tenda dan
tidur. Terbangun gara-gara di ajak mas Mamet dan Yoga –peserta dari tim 4-
untuk foto-foto disekitar Ranu Kumbulo.
Beberapa
saat kemudian kami semua packing dan bersih-bersih sampah disekitar tempat camp
kami. Lalu kurang lebih pukul 14.30 kami serombongan segera meninggalkan Ranu
Kumbolo.
Biasanya
kalau mau pulang itu semangat banget, sehingga aku pun memberanikan diri untuk
lari mengikuti ritme teman-teman TSI yang sepertinya sudah pendaki bonafit ini.
Yah, kadang aku harus ngos-ngosan menahan detak jantungku yang lebih banyak aku
pacu dan menahan rasa lelah yang menyelimuti sekujur tubuhku. Tetapi tak urung
aku memberhentikan diriku agar tak bergerak lebih cepat. Ini bukan kekuatanku
untuk lari macam serigala mencari mangsa. Aku masih keong yang perlu jalan
pelan-pelan.
Pukul
16.50 sampailah kami di Ranu Pane. Waktu itu barengan sama Day dan mbak Riyang.
Di Ranu Pane kami berkumpul sebentar, ada yang makan, cari souvenir, berburu
kamar mandi dll. Baru setelah itu segera ke pangkalan jeep. Cukup lama kami
menunggu keberangkatan, kurang lebih 2 jam. Dan ternyata memang ada masalah
dalam kendaraan yang akan mengangkut kami. Sehingga pukul 20.00 kami baru
berangkat ke Tumpang menggunakan truk. Sensasinya menggunakan truk lebih
menegangkan ketimbang dengan jeep bukaan seperti waktu berangkat. Hentakan dari
terjalnya jalan lebih berasa hingga sempat menggulingkan denyut dikepala. Lalu
dengan body truk yang tertutup rapat kami pun hanya bisa menyaksikan indah
bintang malam. Wow, ngeri-ngeri asyik, macam sapi guling.
Pukul
22.00 sampailah truk yang membawa rombongan kami di Gedung Rakyat Tumpang.
Begitu turun langsung deh banyak yang berburu kamar mandi untuk muntah-muntah.
Hahahaa. Truknya nggak bersahabat rupanya. Setelah semua rombongan berkumpul,
pukul 23.00 kami segera meninggalkan Tumpang dan kembali ke Kartosuro.
18 Agustus 2013
Pukul
06.00 sampailah kami dibasecamp TEMPE. Alhamdulillah, semua sehat, semua
selamat dan semua bahagia. Tak terasa kami semua telah melewati 6 hari dalam
kebersamaan. Aku yakin, setiap peserta yang ikut pasti punya kenangan
tersendiri akan TSI ini. Selain pengalaman baru tentu saja teman-teman baru.
No comments:
Post a Comment