Tak
ada angin tak ada hujan. Tiba-tiba saat saya baru saja mengaktifkan akun FB
(facebook) ada pesan masuk dari seorang teman. Mengejutkan. Karena saya dan
teman ini sudah lama tidak berkomunikasi. Lebih mengejutkan lagi inti dari percakapan
kami adalah dia minta di carikan calon (pasangan hidup). Hampir meledak tawa
saya saat itu. Emangnya saya ini tampang calo biru jodoh ya, sampai ada yang
minta tolong dicarikan calon begitu. Hohohoho.
Tapi
bukan itu yang membuat saya tercengang. Adalah ketika dia minta tolong
dicarikan anak UGM untuk jadi pasangan hidupnya. Waktu saya tanyakan kenapa
harus UGM. Jawaban dia agar ilmiah. Entah deh maksudnya apa. Tapi dari
pembicaraan itu aku jadi teringat teman dekatku (perempuan). Temanku yang oleh
orang tuanya tidak disetujui akan calon yang ditawarkan. Alasannya simpel, dia
bergelar apa, lulusan mana, kerjaannya apa. Waow.
Saya
pikir, memilih calon dengan modal utama penguasaan agama saja sudah cukup.
Embel-embel yang dibelakang itu anggap saja bonus dari rejeki adanya
pernikahan. Ternyata tidak semudah itu. Citra itu juga penting adanya. Kalau
boleh saya menyimpulkan, teman saya yang mencari calon dari anak UGM ini
(kebetulan dia laki-laki) pastilah nantinya bangga kalau dapat istri alumnus
UGM. Keren. Begitu juga ibu temanku ini, kalau dapat menantu yang punya gelar
panjang macam kereta, dia nggak malu buat ngobrol dengan tetangganya siapa
mantunya.
Tak
banyak orang tua yang tak menuntut siapa dan apa calon mantunya. Terlebih untuk
kaum kami perempuan. Hal seperti ini mungkin saja wajar. Siapa sih yang nggak
pengen anak gadisnya di imamin oleh orang yang hebat. Tetapi, kadang orang tua
banyak berlebihan. Menuntut ini menuntut itu, yang mana tuntutannya itu
berimbas pada pencitraan yang saya bilang di atas tadi. Bukan tuntutan yang
murni karena untuk kebaikan si anak. Kenapa saya bilang begitu? Seperti kasus
teman perempuan saya tadi, calon yang dia kenalkan ke orang tuanya adalah seseorang
yang agamanya bagus, pekerja beretos tinggi, baik dan bertanggung jawab. Lalu,
kenapa ditolak? Karena dia belum punya gelar apapun dinamanya. Ironis kan?
Apakah
menjadi demikian utamanya kah bibit,
bebet dan bobotnya seorang calon menantu masa kini? Kalau saya boleh
berkata sadis “emang kalau gelarnya oke dan panjang ngejamin kita bahagia?” Hal
yang perlu kita jadikan renungan saat ini kawan. Buat kalian (saya juga) yang
masih single dan lagi ihtiyar mencari
pasangan hidup. Komunikasikan dengan orang tua. Jangan sampai, kalian terlanjur
cinta dengan pasangan, eeh orang tua nggak setuju. Mau kawin lari takut
durhaka, mau melepas kok udah cinta ya. Hahahahahaha…
Ehh,
gimana lok ngenalin dua teman saya ini aja. Kayaknya bisa jadi simbiosis mutualisme
deh. Si teman laki-laki saya ini kan pengen dapet perempuan alumni UGM. Dan teman
perempuan saya ini alumni UGM juga.
Terus orang tua teman perempuanku kan pengen punya mantu yang mapan dan bergelar
oke. Dan teman laki-laki saya ini punya itu semua. Pas kan. Hahahhaaa, Maksa
deh. Yah, urusan jodoh biarlah Allah yang ngatur. Pastinya nanti akan dapat
yang pas, yang sesuai harapan dan do’a.
Ya,
Menikah tidak hanya sekedar menikahkan seorang laki-laki dan perempuan saja.
Tetapi, juga menikahkan dua keluarga. Menikah juga tidak hanya sekedar mejeng
di pelaminan terus honeymoon berdua
kemana saja. Banyak hal yang perlu dipersiapakan. Saya terkadang bangga
terhadap beberapa teman yang sudah berani mengambil langkah untuk segera
mengakhiri masa lajangnya. Begitu hebatnya mereka bisa memperjuangan pasangan
yang dipilih, lalu menikah, dan memasuki kehidupan baru. Saya yakin, prosesnya
pasti panjang dan penuh perjuangan.
Okelah,
untuk dua teman saya yang lagi pada ikhtiyar saya do’akan semoga kalian
mendapatkan apa yang sesuai dengan do’a dan harapan. Aamiin (=^.^=)
No comments:
Post a Comment