Alam
adalah sahabat terbaik, begitu aku bilang ketika pertama kali menginjakkan kaki
di kaki gunung Bromo ini. Landscape yang cantik, dengan hiasan hamparan ladang
yang luas, bunga beraneka ragam berjejer manis di sepanjang jalan, puncak
gunung menjulang tinggi dengan balutan kabut tipisnya. Subhanallah aku bisa
menikmati salah satu ciptaan-Nya yang maha indah itu.
Mengapa
aku bilang alam adalah sahabat terbaik? Karena alam telah banyak memberikan
banyak inspirasi bagi yang mencarinya. Alam dengan keindahannya membuka mata,
hati, dan pikiran setiap insan yang mengagumi ciptaan Raja Alam pemilik semesta
ini. Ketika inspirasi tumpul, alam dengan sendirinya membuka pikiran kita
kembali. Ketika hati gundah gulana, alam dengan indahnya meyajikan kesejukan
bagi hati kita. Ketika jiwa kosong tak menentu, alam dengan hebatnya mampu
mengisi kembali jiwa kita. Sehingga pencerahan dalam sekali mata memandang
telah memberikan warna untuk hidup kita.
Aku,
tak pernah bosan menikmati keindahan alam ciptaan Tuhanku, Allah yang Esa. Dia
selalu menyajikan kenikmatan untuk hatiku, mataku, dan pikiranku dengan
panaroma indahnya alam ini. Tak henti-hentinya aku selalu bersyukur, Dia selalu
memberiku kesempatan untuk menikmati keindahan alam ciptaan-Nya.
Bromo,
merupakan salah satu ciptaan-Nya yang terletak di wilayah Jawa Timur. Gunung dengan ketinggian 2.329 mdpl ini
terkenal sebagai gunung berapi yang masih aktif. Namun eksotika pemandangannya
tak meluruhkan wisatawan untuk selalu berkunjung melihat lautan pasir dan kawah
yang disajikan untuk dinikamati keindahannya. Suku Tengger merupakan salah satu
penduduk yang tinggal di kawasan kaki gunung Bromo ini, yang terletak di
kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Dan disinilah aku berada saat ini, tepatnya
di dusun Wanasari, Ngadisari, Sukapura, Probolingg.
Aku
datang dari Jogja ke Bromo bukan karena tanpa tujuan. Tiga puluh tujuh hari aku
akan berteman dengan alam yang memiliki pemandangan indah ini. Aku ke Bromo
selain karena aku KKN adalah karena aku mempunyai keinginan yang harus aku
lakukan sesampai aku di kaki gunung ini. Aku ingin membuang sebuah sebuah luka
yang aku bawa dari Jogja ke Bromo, berharap bersahabat dengan alam sekian hari
dapat mengobati kerinduan hatiku akan kedamaian.
Subhanallah,
aku baru menginjakkan kakiku di kaki gunung ini empat hari yang lalu tepatnya
tanggal 7 Juli 2012, akan tetapi kedamaian hidup telah aku temukan disini.
Mataku tak pernah lepas memandang keindahan pegunungan Bromo ini, hatiku tak
henti menggetarkan kebahagiaan yang dipancarkan dari keramahan penduduknya, dan
pikiranku menjadi terbuka seluas cakrawala menghampar dengan segala inspirasi
yang selalu ada disekitar sini.
Sungguh
hal yang tak bisa aku bayangkan, 3 bulan aku sedih, aku galau, aku hidup tak
menentu, tapi begitu aku mengenal alam yang menghampar indah ini aku menemukan
kembali jalan terang yang akan ku lalui.
Alam
begitu hebatnya, memberikan inspirasi bagi yang mencari, memberikan keindahan
bagi mata yang memandang, memberikan kenyamanan untuk hati yang terluka, dan
memberikan kedamaian untuk jiwa yang kosong. Alam aku ingin bersahabat denganmu
selalu, menghapus laraku menggapai semangatku.
Bromo Tengger,
11 Juli 2012.
Secuil
goresan dari diary KKN (Kuliah Kerja Nyata) ku mengingatkan ku akan indahnya
Bromo. Gunung pertama yang aku kenal, sahabat gunung pertamaku. Ya, selama KKN
di suku Bromo Tengger, aku tak melewatkan kesempatan untuk sekedar mampir dan
berkenalan dengan alam disana, termasuk Bromo. Selama KKN pula, aku
menyempatkan ke Bromo dua kali. Tapi disini aku hanya menceritakan pengalaman
pertamaku berkenalan dengan Bromo.
Pertama
kali mengunjungi Gunung berkawah ini pada tanggal 21 Juli 2012 tepatnya H+2
puasa versi Muhammadiyah dan hari pertama puasa versi nasional. Bersama teman-teman
Sub Unit 3 KKN Bromo (Uul, Monika, Etha, Uli, Gustin, Iffa, Brando, Edy, Bonny,
dan Nudia) sehabis subuh, tepatnya pukul 04.00 kami berangkat ke Bromo
menggunakan jip. Kalau ditanya berapa biaya sewa jipnya, kami kurang tahu,
karena kami anak KKN jadi dapet potongan harga. Hohohohoho, mahasiswa banget
cari kortingan.
Pagi
itu sudah terlihat lalu lalang jip-jip yang membawa wisatawan menuju Bromo
membelah jalanan sepanjang Ngadisari (desa di bawah kaki Gunung Bromo).
Ternyata ramai juga wisatawan pemburu sunrise
ini. Tampak juga wisatawan asing yang akrab kami sapa bule itu bertebaran disepanjang pelataran tempat parkir jip dan
ojek. Banyak bule ganteng lhoh, hihihihi. Begitu sampai di tempat parkir jip
dan ojek, disambutlah kami dengan dinginnya Bromo. Bbrrrrrr.
Dari
tempat parkir perjalanan dimulai dengan jalanan berpasir. Hmmmm, jadi ini to
tempat syuting film Pasir Berbisik yang diperanin Dian Sastro dan Christine
Hakim. Memang, bila didengar seksama, seakan-akan pasir ini berbisik,
memunculkan melodi pertemuan antara angin dan pasir. Merdunya suara alam ini.
Alam tak pernah
bosan menyajikan keindahan bagi para penikmatnya, termasuk nyanyiannnya.
Aku
pikir kala itu, jalanan dari tempat parkir menuju puncak kawahnya amatlah
dekat. Sebab, sebagian teman KKN laki-laki sering kesini dan bilang cuma dekat
dari parkiran. Aahhh, itu dekat buat kalian, bukan buatku, kataku dalam hati
saat itu >.<
Jalanan
tak hanya berpasir, sesekali ada tanjakan kecil menanti kami di sepanjang
jalan. Ohhh, jadi begini ya jalanan gunung itu, kenalan dulu yaaaa. Dan jalanan
pasir ini disponsori oleh ‘ranjau’ kuda. Bagaimana tidak, sepanjang jalan
terdapat kotoran kuda bertebaran dimana-mana. Sebab, bagi wisatawan yang tidak
kuat jalan dari tempat parkir sampai kaki anak tangga telah disediakan
penyewaan kuda. Hanya sayang sekali, mereka –para pemilik kuda- tidak memasang
tempat kotoran pada pantat kudanya, sehingga kotorannya bertebaran disepanjang
jalan. Sayang sekali ini, Bromo menjadi kotor -,-
Begitu
sampai ujung jalan kami disambut dengan anak tangga yang menjulang menuju kawah
Bromo. Tidak kubayangkan, teman-teman KKN ku saat bersih-bersih anak tangga
ini, pasti capek nya minta ampun. Tangga yang tak begitu tinggi tetapi memiliki
kemiringan hampir 700 itu pastilah membuat ngos-ngosan. Aku tak menghitung
berapa banyak anak tingga ini, tetapi entah kenapa membuat lelah tiba-tiba
menyerang. Uughhh, padahal lagi puasa nggak bisa minum deh. Naik pun
pelan-pelan, toh sunrise belum muncul, toh kawah Bromo juga nggak kemana,
batinku saat itu.
Pada
akhiiirrnya, setelah hampir setengah jam ngos-ngosan sampailah pada puncak
kawah Bromo. Subhanallah, nggak bisa bilang apa-apa deh kecuali rasa syukur.
Rasanya nggak kebayang bisa menaiki gunung dan sampai puncak. Tampak di ufuk
timur sang surya mulai bersinar menerangi jagad raya. Tasbihpun seakan
bersinar, berbisik melalui hembusan angin, dan berderu melalui bisikan pasir.
Subhanallah, subhanallah, subhanallah.
Kawah Bromo |
Puncak pasiran di pinggir kawah |
Sungguh,
dapat menikmati alam ciptaan Tuhan adalah anugrah tersendiri yang tak bisa di
ungkap. Keindahannya dan kedamaiannya memberi warna tersendiri bagi para penikmat
alam. Aku kini percaya, ketika salah seorang teman berkata kepadaku ‘sekali
kamu naik gunung, pasti kamu ingin terus dan terus’. Di puncak kawah Bromo
inilah aku mulai jatuh cinta dengan gunung dan dia menjadi sahabat gunung
pertamaku. Pastinya masih banyak puncak yang menawarkan keindahan, menawarkan
kedamaian, dan menawarkan banyak inspirasi. Di puncak kawah Bromo inilah aku
juga mulai berkeinginan menjelajahi negeri atas awan. Ya Allah, berilah aku
kesempatan untuk bertadabur dengan alam-Mu, menikmati segala keindahan
lukisan-Mu dan mensyukuri segala ciptaan-Mu, do’aku dalam hati kala itu.
Mencintai alam seperti aku mencintai Tuhanku. Karena Dial ah, aku jatuh cinta terhadap apa yang diciptakan-Nya.
(=^.^=)
No comments:
Post a Comment