Dia
bernama Dewi (bukan nama sebenarnya). Anaknya cantik dan anggun bagaikan dewi.
Jika dia berkata aduhai lembut sekali suaranya. Tapi jangan dikira, meskipun
lembut dia tegas dan juga bijaksana. Hal ini terbukti dari kharismanya yang
membuat teman-temannya selalu mendukung dia untuk menjadi pemimpinnya dalam hal
apapun.
Mengapa
saya ingin bercerita tentang Dewi ini? Karena saya sangat kagum dengannya. Kagum
akan baktinya pada orang tuanya, terutama bapaknya, karena ibunya yang telah
tiada.
Pada
suatu ketika, awal dia masuk kelas 3 SMA saya pun menanyakan pertanyaan klasik untuknya
“besok rencana mau kuliah dimana kamu?”. Dia pun menjawab dengan mantap “aku
pengen masuk psikologi mbak, kalau nggak ya yang berhubungan sama kesehatan
mbak,”. “sip” jawab saya waktu itu. “mau nyoba masuk dimana?” lanjut saya. “insya
Allah UGM mbak.,” jawab dia lagi. “semoga cita-cita dan do’amu terkabul dek,”
doa saya kala itu.
Beberapa
bulan kemudian, Ujian Nasional telah lewat, SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negri) pun telah lewat juga. Kebetulan Dewi ini rumahnya dekat
dengan rumah saya. Maka ketika kami bertemu saya pun bertanya padanya “gimana
SNMPTN nya?”. Dia pun menjawab yang membuat saya terkaget-kaget “aku nggak ikut
mbak”. “lhoh kenapa?” tanya saya lagi. dia hanya terseyum melihat kekagetan
saya. “aku udah ketrima di Pendidikan Agama Islam (PAI) mbak,” jawab dia sambil
menyebutkan salah satu perguruan swasta di Yogyakarta ini. “lhoh katanya pengen
ambil psikologi atau kesehatan gitu?” tanya saya penasaran. Dia pun kembali
tersenyum manis mendengar pertanyaan saya. “aku pengen nyenengin bapak mbak,”
jawabnya lirih. Diapun terdiam beberapa saat. Lanjutnya, “dulu aku pengen masuk
psikologi atau kesehatan karena ibu pengen aku masuk situ. Tapi kan ibu udah
nggak ada mbak. Jadi aku masuk PAI buat nyenengin bapak,”. “emang bapakmu maksa
kamu masuk PAI?” tanya saya pelan.
Dia
pun hanya terdiam. Duuhh salah ngomongkah saya? Beberapa saat kemudian dia pun
berkata,“enggak mbak. Tapi bapak punya keinginan salah satu anaknya ada yang
jadi ulama, mendalami agama islam gitu. Sebenarnya mbak ku yang disuruh, tapi
kan dia udah jadi sarjana ekonomi. Kalau adek, kayaknya nggak mungkin mau masuk
ke agama gitu. Jadi harapan bapak satu-satunya kan tinggal aku yang bisa
memenuhi keinginannya. Walaupun bapak nggak maksa aku masuk PAI. Tapi aku tahu
mbak, dari hati bapak yang paling dalam dia pengen ada anaknya yang masuk
agama. Jadi aku masuk PAI ini buat bapak mbak,” jawab dia panjang lebar tetap
dengan senyum manisnya.
Subhanallah.
Terharu sekali saya mendengar jawabannya, hampir saja tumpah air mata ini. Dia
rela melepaskan cita-citanya hanya demi menyenangkan hati bapaknya. Padahal
bapaknya membebaskan dia untuk memilih jurusan kuliah apa saja. Bahkan dia
sempat bercerita bahwa dia sama sekali tidak ikut ujian masuk perguruan tinggi
manapun selain di Universitas yang menerima dia tersebut. Ketika saya tanya kenapa
dia bisa seperti itu. Dia pun menjawab sambil tertawa, “nanti kalau ketrima bisa
tambah galau aku mbak,”.
Saya
pun hanya tertawa hambar menanggapi jawaban dia. Sungguh mulia kamu Dewi, kamu
tak hanya seanggun dewi, hatimu pun lebih anggun. Bahkan apa yang Dewi lakukan
sama halnya berjihad dijalan Allah. Sebab, berbakti kepada bapak atau orang tua
juga merupakan salah satu cara jihad di jalan Allah. Seperti hadits Rasulullah
SAW : Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta
ijin berjihad kepada Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam, Beliau
bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Masih.”
Beliau bersabda, “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap
keduanya.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).
Mungkin
tak banyak orang dapat berbuat baik dengan orang tuanya. Memenuhi permintaan
pun kadang sangat sulit dilakukan. Apalagi menyenangkan hati orang tua, kadang
ada saja berselisih paham antara keinginan kita dan orang tua. Dan kita selalu
berfikir bahwa setiap orang tua pasti menyayangi anaknya. Sehingga kita
beranggapan apa yang kita lakukan pasti bakal mereka ridhoi. Alasannya simpel,
setiap anak punya hak dan kebebasan untuk memilih.
Nah,
kenapa tidak kita balik, kita yang belajar untuk menyayangi mereka dengan
menyenangkan hati mereka? Seperti Dewi, dia bisa membuktikan kepada kita, bahwa
dia bisa menyenangkan hati orangtuanya. Saat saya menanyakan alasan dia kenapa
dia ingin menyenangkan hati bapaknya, dia pun menjawab dengan mantap,“ ini
baktiku sama bapak mbak”. Subhanallah. (=^.^=)
* untuk adik perempuanku yang hebat,,
No comments:
Post a Comment