'Dhuha di Puncak Merapi' tak sengaja terpotret oleh teman ketika dhuha |
Semalam
aku tarawih di masjid Gede Kauman Yogyakarta. Sebenarnya, aku janjian dengan
teman untuk tarawih di Masjid Kampus (maskam) UGM. Tapi teman minta langsung
ketemuan di Maskam, jadi buka puasanya sendiri-sendiri gitu. Padahal di benakku
kita buka puasa bareng habis itu berangkat ke Maskam sama-sama. Lalu, akhirnya aku
buka puasa sendirian
di salah satu warung makan taman siswa (tamsis).
Sebenarnya
ini terlalu memaksakan sekali. Mengingat rumahku yang jauh, kalau hanya sampai
Maskam untuk tarawih saja itu berlebihan banget. Karena moment yang aku cari
kan ketemu
temen sambil buka
bareng. Baru lanjut tarawih, karena nggak mungkin kan tarawih ngobrol. Walau
pada akhirnya aku merelakan sedikit ego ku untuk buka sendirian di warung makan
(karena kalau janjian sama temen lagi ntar ribet lagi) dan akan gabung dengan
temenku tarawih di Maskam.
Setelah
menikmati buka puasa dengan nikmat, lama kelamaan aku malas banget ke Maskam.
Selain jauh dan takut keburu waktu (karena sampai jam 6 lebih aku masih belum
maghrib dan beranjak dari kursi), belum nanti disana nyari-nyari temenku itu. Akhirnya
aku membatalkan ke Maskam dan beralih ke Masjid Gede Kauman.
Sebenarnya
rada kesel sih. Karena daripada sendirian buka puasa dan tarawih di kota begini
mendingan di rumah. Nggak keluar uang untuk jajan dan nggak harus kayak anak
ilang di masjid. Tetapi, semua sudah
terjadi. Mengapa
harus disesali? Toh
aku juga yang awalnya mengajak tarawih bareng temenku. Mungkin ada cara yang
salah dalam komunikasiku. Ada beberapa hal yang kami tidak saling memahami.
Namanya juga manusia, punya pikiran dan ego masing-masing kan?
Sendirian
buka puasa itu ternyata mengasyikkan. Selain bisa khusyu’ menikmati buka puasa
menjadikan kita menjadi pribadi yang lebih bersyukur. Kadang kalau buka puasa
rame-rame (dengan teman atau keluarga sekalipun) lebih sering setelah mendengar
adzan kita berdo’a lalu makan. Tanpa ada perenungan mengapa aku puasa, mengapa
aku memilih menu buka ini, dan bagaimana puasaku tadi. Serta banyak-banyak
berdo’a untuk meminta kepada Sang Pemberi Rizki. Ada hal luar biasa yang tak
pernah kita duga dengan kesendirian ini.
Begitu
juga ketika tarawih sendiri di Masjid yang jauh dari rumah. Tidak ada teman
atau pun bertemu kenalan. Benar-benar sendiri di kerumunan orang-orang tak
dikenal. Meskipun diantara kerumunan itu ada beberapa orang yang kemungkinan
kita kenal. Menikmati
konteplasi dengan Allah,
sebagai pemilik kekuatan yang Maha Akbar.
Benar
kata seorang teman, sendirian itu menyenangkan. Apalagi jika sendirian untuk
bercengkrama dengan Allah. Tidak ada godaan untuk ngobrol dengan teman sebelah.
Tidak ada godaan untuk berbisik-bisik mengomentari penceramah. Jadi bisa lebih
hikmat dan khusyu’ ibadahnya.
Aku
syukuri semua yang terjadi. Anggap saja menanahan kekesalan kemarin adalah
pahala sabarku di bulan Suci ini. Karena ada hal yang menyenangkan dibalik
semua itu. Terimakasih Allah, untuk sebuah hikmah di bulan suci ini, terutama
pada kesendirian semalam. Aku menjadi merasa lebih dekat dengan-Mu didalam renungan do’a-do’aku.
Ternyata,
sendirian
itu nggak selamanya mengenaskan kok.
Sendiri jika dinikmati juga mengasyikan. Hehehee. (=^.^=)
No comments:
Post a Comment