Ini
adalah cerita perjalananku ke Sumbing tahun lalu (tepatnya si 6 bulan yang lalu
:p ). Ada banyak hal yang aku dapati dari pendakian ini. Berawal dari Ulya,
teman pendakian di Merbabu tetiba mengirim pesan di WhatsUpp mengajak
mendaki ke Sumbing bersama Ronny dan dua temannya lagi. Sebenarnya sudah pernah
sih ke Sumbing tapi lewat jalur Wonosobo. Karena mereka mengajak lewat Kledung,
Temanggung, aku pun menyanggupi. Sekalian cari pengalaman, menaiki gunung yang
sama dengan jalur yang berbeda.
Hari
Sabtu 8 Juni 2013 pagi, dengan kondisi mendung kami pun segera meninggalkan
Jogja. Bersama Ulya, Ronny, Imam dan juga Nia. Mereka semuanya adalah mahasiswa
Fisipol UGM. Jadi hanya aku yang mahasiswa Pertanian UGM. Hohohoho nyasar di
humaniora ni ceritanya. Tengah hari kami mampir di Temanggung untuk makan
siang, sembari menunggu hujan reda. Sehingga sampai basecamp telah melewati
waktu ashar.
Sampai
di basecamp Sumbing di Kledung, kami pun segera menyelesaikan registrasi dan
siap-siap untuk melakukan pendakian. Karena telah memasuki waktu maghrib, kami
pun mampir masjid yang letaknya hampir dekat dengan ladang rute pendakian.
Sehingga baru selepas maghrib kami baru mulai pendakian.
Perlu
diketahui, kami berlima baru pertama kali mendaki Sumbing ini. Kecuali aku
tentunya. Tapi melalui jalur ini aku juga baru pertama kali. Sehingga di
asumsikan kami semua belum ada yang tahu jalur pendakian ini. Sumbing melalui
Kledung ada dua jalur yang ditawarkan. Melalui jalur baru, dengan rute pendek
tapi jalan terjal, dan terdapat sumber air karena melalui sungai-sungai. Atau
melalui jalur lama, landai tapi jalurnya panjang dan tidak ada sumber air.
Karena teman-teman yang perempuan pakai rok (kecuali aku tentunya) maka
dipilihah jalur lama yang landai, sehingga tidak menyulitkan teman-temanku yang
pakai rok.
Berbekal
keyakinan, do’a, senter dan peta (kebetulan di basecamp ini setiap pendaki yang
akan naik di beri fasilitas peta yang sangat rinci sekali yang belum ada di
basecamp-basecamp gunung lain yang pernah aku daki) kami pun berangkat
meninggalkan masjid. Gerimis kala itu masih deras, sehingga mau tak mau kami
harus bermantel ria. Baru beberapa meter kami berjalan, kami telah di hadiahi kebingungan
hingga salah jalan. Jalan yang seharusnya lurus, kami malah belok kanan menuju
sungai. Padahal menurut peta setelah belok kami sudah masuk hutan. Ternyata kami
salah belok, dan akhirnya kami pun balik arah dan menuju jalan utama lagi.
ternyata kebingungan kami di sponsori oleh tanah di jalan lurus yang akan kami
lewati longsor. Sehingga kami mengira jalan tersebut tak bisa dilewati. Setelah
kami cek, ternyata jalan tersebut masih bisa dilewati, meskipun harus
pelan-pelan karena tanahnya gembur.
Keluar
ladang kami pun akhirnya bertemu jalan konblok batu yang menuju arah hutan di
lereng Sumbing. Akhirnya, bertemu jalan sebenarnya juga. Fiuuhhh. Berakhirnya
konblok berakhir pula kami melwati ladang-;adang tembakau milik penduduk. Dan
saatnya memasuki hutan Sumbing yang jalurnya semakin lama semakin naik. Aahhhh
landai darimananya coba nanjak-nanjak begini -,- beberapa meter dari
berakhirnya jalan konblok sampailah kami di pos I. Disana kami pun istirahat
sejenak.
Setelah
beberapa lama beristirahat, karena kaki ku sempat terkilir, kami pun segera
melanjutkan perjalanan. Saat perjalanan, Ulya sudah nggak kuat lagi, sepertinya
dia sudah capek, sebab jalan semakin menukik. Hingga sebelum pos II kami pun
sepakat untuk ngecamp. Padahal rencana awal kami akan ngecamp di bawah pos IV,
atau festan. Tapi apa daya, karena salah satu dari kami sudah tidak kuat lagi,
maka kami pun ngecamp di tanah datar sebelum pos II.
Jangan kamu paksakan egomu jika itu melibatkan
keselamatan temanmu
Malam
itu kami berpesta ria dengan masak-masak. Ada tempe goreng mayonese, telur orak
arik, roti dengan olesan margarin dan susu hangat menemani malam kemah kami.
Sumbing tak sedingin pertama kali aku menapakinya. Atau karena masih di lereng
sehingga belum kerasa dinginnya? Ah sudahlah, aku menati esok untuk melihat-lihat
Sumbing dari sudut lain.
Rony
sudah bilang jika ini pendakian santai, tak ada yang dikejar, seperti sunrise
atau harus sampai puncak jam berapa. Sehingga keesok harinya pun kamu masih
berleha-leha di tenda hingga pukul 10.00. Jujur saja, sebenarnya aku sedikit
kesal, kenapa lebih banyak waktu terbuang percuma tinimbang untuk menikmati
pesona Sumbing ini. Lain cerita jika memang tujuannya hanya ngecamp saja, lha
ini jam 11.00 baru mau lanjut trekking lagi. >.< Dari sini aku memahami, jika dalam pendakian harus ada rencana yang
disepakati dalam satu tim. Minimal iteneray harus jelas.
Pukul
11.00 WIS (Waktu Indonesi bagian Sumbing) kami melanjutkan perjalan menuju
puncak. Tenda ditinggal, karena menurut info, Sumbing lebih aman daripada
Sindoro. Perjalanan santaipun di nikmati dengan berjalan sambil bercanda,
sesekali berfoto-foto untuk kenang-kenangan. Pos demi pos ( Pos II-IV) kami
lewati. Hingga sampai festan nafas kami pun terengah-engah. Ternyata medannya
lumayan juga, bersyukur nggak jadi camp di festan, bisa pingsan sebelum sampai
ini. Hahahahaaa.
Setelah
festan kami harus melewati pasar watu, dimana jalanannya terjal dan berbatu.
Jujur aja ngeliatnya aja uda eneg banget. Mau naik berasa ogah-ogahan. Dan
Tuhan ternyata memperingati keluhanku, begitu sampai tikungan (ujung akhir
pasar watu) tetiba hujan gerimis, biasa aja si cuma gerimis, TAPI angin badai
mengencang dan petir ikut menyambar-nyambar. Duuh Gusti, jadi inget seminggu
lalu ada korban di puncak Sumbing, meninggal karena kena petir, mana orangnya
ganteng pula (plaaaaaakkkkkk,, salah fokus lu >.< ).
Denger
suara angin dan petir sungguhlah serem teman-teman. Berlindung di balik
bebatuan adalah saran yang ideal untuk saat itu. Terlihat pula banyak pendaki
lain yang menghentikan perjalanan. Aku yakin, mereka juga seperti ku, nggak mau
mati konyol di gunung. Alhasil bebatuan menjadi laris di singgahi anak manusia
yang haus akan keindahan alam tersebut. Begitu gerimis reda kami pun berniat
melanjutkan perjalanan. Tetapi melihat cuaca yang tak lagi mendukung dan angin
masih cukup kencang, kami pun memutuskan untuk turun. Padahal waktu itu sudah
hampir mendekati watu kotak.
Puncak bukan tujuan utama, keselamatan dan sampai
rumahlah tujuan sesungguhnya, puncak hanya bonus
Sembari
turun kami foto-foto dulu lah, sambil ngobrol-ngobrol. Nah, sewaktu ngobrol,
Rony bilang kalau akan ngecamp semalam lagi. katanya waktunya nggak akan
nyampai kalau di putuskan untuk turun. Padahal saat itu pukul 14.00 kurang,
kalau perkiraan waktu ku tepat, dengan asumsi beres-beres barangnya cepat jam
18.00 sudah sampai basecamp. Tetapi Rony tetep pengen ngecamp semalam lagi,
katanya memang sudah di rencanakan. Tuhkan, salah komunikasi lagi, ngeselin -,-
Sedangkan aku, Senin sudah ada kerjaan, mau tak mau harus segera balik ke
Jogja. Pilihanku hanya dua saat itu, nekat turun sendiri atau tetap stay
bareng-bareng mereka.
foto-foto setelah angin kencang |
Akhirnya
aku nekat untuk turun sendiri. Sebenarnya serem juga si. Tapi minimal aku sudah
berusha deh. Aku bilang ke temen-temen, kalau sebelum jam 16.00 aku bisa sampai
tempat ngecamp, kemungkinan aku langsung turun ke basecamp. Tapi kalau sampai
tempat ngecamp lebih dari pukul 16.00 dengan terpaksa aku ikut ngecamp semalam
lagi. So, dengan do’a dan usaha, aku berpisah dengan teman-teman di pasar watu.
Aku pun segera melesat berlari menuju tempat ngecamp.
Pukul
15.35 aku berhasil sampai tempat ngecamp dengan selamat. Setelah beres-beres
dan istirahat sejenak, pukul 16.00 aku pun segera turun menuju basecamp. Karena
menuju tempat ngecamp itu malam, jadi ketika mau balik di siang hari rada
bingung juga >.< alhasil salah jalan. Seharusnya dari turunan kekiri, aku
maalah ambil lurus. Baru sadar setelah beberapa menit berjalan dan tampak
menjauhi pandangan ke Sindoro. Batinku, bukankah harusnya mendekati yaa…
aaakkkkk ternyata salah jalan. Puter balik dan ternyata di jalan tadi ada
penunjuk jalan yang tertutup, ugghh sapa hayoo yang iseng nutup >.<
Oke,
itu belum seberapa kepanikan ku. Kepanikan kedua malah terjadi setelah keluar
dari hutan dan menuju ladang tembakau dengan jalan konblok. Lagi-lagi aku salah
belok -,- tapi disitu ada penunjuknya untuk menuju basecamp. Tapi sepertinya
itu bukan jalan yang semalam aku lewati. Tapi tetap aja aku lewati dan
berlarian mengejar ujung jalan biar sampai basecamp sebelum gelap. Dan ternyata
aku sampai sungai, kok bisa, semalam kan nggak lewat sini.. >.< berhenti
sebentar, tarik nafas, daaaaann air mata keluar juga, ini dimanaaaaaa, huhuhuhu
Nggak boleh
panik. Itu kunci utama jika tengah berada dalam kebingungan. Minum untuk
menyegarkan otak dan mulai berfikir langkah apa yang akan ditempuh. Toh
teriak-teriak dan nangis-nangis juga nggak guna, HP dan segala macam tetek
bengek elektronik juga sepertinya tak membantu, uughh. Aku pun ingat saat itu
aku sempat memotret peta yang dibawa Imam. Aku pun mengeluarkan kamera dan melihat-lihat
hasil jepretanku. Kucari gambar peta yang aku foto kemarin sore. Ketemu. Dan ternyata
saat itu aku berada di jalan jalur baru. Sedangkan kemarin yang aku lewati
adalah jalur lama. Jika aku lewati sungai ini, aku pasti ketemu dengan jalan
dimana aku dan teman-teman salah jalan waktu itu. Tetapi aku sedikit nggak
yakin, apa iya itu jalannya. Jika iya, aku tak perlu memutar, sehingga akan
cepat sampai. Tapi jika perkiraanku salah, aku malah tersesat. Aku nggak mau
menjadi pendaki konyol yang keesok harinya aku dimuat di berita dengan headline
tebal “Pendaki cantik tersesat di ladang tembakau lereng Sumbing”, tidaaakkk
terimakasih -____-“
Akhrinya
setelah menimbang-nimbang, aku pun memutuskan untuk putar balik ke jalan awal
dan mencari jalan yang semalam aku lalui. Aku nggak mau ambil resiko untuk
mencoba jalan dan tersesat. Terlalu riskan. Meskipun dengan putar balik artinya
aku harus menempuh kurang lebih 15 menit dengan lari.
Bebera
menit kemudian aku pun sampai di jalanan komblok lagi. Lalu aku pun mulai
berjalan lagi hingga beberapa menit kemudian aku menemukan perempatan (yang
sepertinya) tempat aku belok semalam. Sebenarnya agak ragu lagi, tapi tetap ada
keyakinan bahwa jalan ini adalah jalan yang benar. Beruntung, tampak terlihat
di lorong jalan itu ada motor parkir, sehingga aku bisa tanya jalan menuju
basecamp. Dan ternyata benar ini jalannya. Alhamdulillah. Aku pun akhirnya
sampai basecamp pukul 18.00 kurang. Setelah bersih-bersih aku langsung lanjut
perjalanan ke Jogja.
Dari
perjalanan ini aku benar-benar belajar bagaimana memahami orang lain. Belajar memahami
ego diri sendiri dengan segala kenekatan yang di ambil. Berfikir cepat ditengah
kepanikan untuk memutuskan langkah yang tepat itu ternyata nggak mudah. Bisa
jadi justru bingung dan bimbang yang ditemui. Ini juga merupakan pelajaran
untuk nggak ngawur dalam mengambil keputusan. Untungnya tidak terjadi apa-apa,
kalau kenapa-kenapa nggak lucu kan aku tiba-tiba jadi terkenal, eeeh maksudnya
nggak lucu tetiba tim SAR nemuin aku dalam kondisi mengenaskan. Hehee. Setiap
perjalan pasti penuh cerita, dibalik cerita itu terselip makna yang dapat kita
jadikan pelajaran. Jangan ditiru ya teman-teman, harus solid sama tim dimanapun
kamu berada. Jangan memaksakan ego sendiri macam aku ini. (=^.^=)
No comments:
Post a Comment