Wednesday, January 8, 2014

Makna Dibalik Perjalanan Sumbing #Sumbing 2



Ini adalah cerita perjalananku ke Sumbing tahun lalu (tepatnya si 6 bulan yang lalu :p ). Ada banyak hal yang aku dapati dari pendakian ini. Berawal dari Ulya, teman pendakian di Merbabu tetiba mengirim pesan di WhatsUpp mengajak mendaki ke Sumbing bersama Ronny dan dua temannya lagi. Sebenarnya sudah pernah sih ke Sumbing tapi lewat jalur Wonosobo. Karena mereka mengajak lewat Kledung, Temanggung, aku pun menyanggupi. Sekalian cari pengalaman, menaiki gunung yang sama dengan jalur yang berbeda.

Hari Sabtu 8 Juni 2013 pagi, dengan kondisi mendung kami pun segera meninggalkan Jogja. Bersama Ulya, Ronny, Imam dan juga Nia. Mereka semuanya adalah mahasiswa Fisipol UGM. Jadi hanya aku yang mahasiswa Pertanian UGM. Hohohoho nyasar di humaniora ni ceritanya. Tengah hari kami mampir di Temanggung untuk makan siang, sembari menunggu hujan reda. Sehingga sampai basecamp telah melewati waktu ashar.

Sampai di basecamp Sumbing di Kledung, kami pun segera menyelesaikan registrasi dan siap-siap untuk melakukan pendakian. Karena telah memasuki waktu maghrib, kami pun mampir masjid yang letaknya hampir dekat dengan ladang rute pendakian. Sehingga baru selepas maghrib kami baru mulai pendakian.


Perlu diketahui, kami berlima baru pertama kali mendaki Sumbing ini. Kecuali aku tentunya. Tapi melalui jalur ini aku juga baru pertama kali. Sehingga di asumsikan kami semua belum ada yang tahu jalur pendakian ini. Sumbing melalui Kledung ada dua jalur yang ditawarkan. Melalui jalur baru, dengan rute pendek tapi jalan terjal, dan terdapat sumber air karena melalui sungai-sungai. Atau melalui jalur lama, landai tapi jalurnya panjang dan tidak ada sumber air. Karena teman-teman yang perempuan pakai rok (kecuali aku tentunya) maka dipilihah jalur lama yang landai, sehingga tidak menyulitkan teman-temanku yang pakai rok.

Berbekal keyakinan, do’a, senter dan peta (kebetulan di basecamp ini setiap pendaki yang akan naik di beri fasilitas peta yang sangat rinci sekali yang belum ada di basecamp-basecamp gunung lain yang pernah aku daki) kami pun berangkat meninggalkan masjid. Gerimis kala itu masih deras, sehingga mau tak mau kami harus bermantel ria. Baru beberapa meter kami berjalan, kami telah di hadiahi kebingungan hingga salah jalan. Jalan yang seharusnya lurus, kami malah belok kanan menuju sungai. Padahal menurut peta setelah belok kami sudah masuk hutan. Ternyata kami salah belok, dan akhirnya kami pun balik arah dan menuju jalan utama lagi. ternyata kebingungan kami di sponsori oleh tanah di jalan lurus yang akan kami lewati longsor. Sehingga kami mengira jalan tersebut tak bisa dilewati. Setelah kami cek, ternyata jalan tersebut masih bisa dilewati, meskipun harus pelan-pelan karena tanahnya gembur.
 
peta
Keluar ladang kami pun akhirnya bertemu jalan konblok batu yang menuju arah hutan di lereng Sumbing. Akhirnya, bertemu jalan sebenarnya juga. Fiuuhhh. Berakhirnya konblok berakhir pula kami melwati ladang-;adang tembakau milik penduduk. Dan saatnya memasuki hutan Sumbing yang jalurnya semakin lama semakin naik. Aahhhh landai darimananya coba nanjak-nanjak begini -,- beberapa meter dari berakhirnya jalan konblok sampailah kami di pos I. Disana kami pun istirahat sejenak. 

Setelah beberapa lama beristirahat, karena kaki ku sempat terkilir, kami pun segera melanjutkan perjalanan. Saat perjalanan, Ulya sudah nggak kuat lagi, sepertinya dia sudah capek, sebab jalan semakin menukik. Hingga sebelum pos II kami pun sepakat untuk ngecamp. Padahal rencana awal kami akan ngecamp di bawah pos IV, atau festan. Tapi apa daya, karena salah satu dari kami sudah tidak kuat lagi, maka kami pun ngecamp di tanah datar sebelum pos II.

Jangan kamu paksakan egomu jika itu melibatkan keselamatan temanmu

Malam itu kami berpesta ria dengan masak-masak. Ada tempe goreng mayonese, telur orak arik, roti dengan olesan margarin dan susu hangat menemani malam kemah kami. Sumbing tak sedingin pertama kali aku menapakinya. Atau karena masih di lereng sehingga belum kerasa dinginnya? Ah sudahlah, aku menati esok untuk melihat-lihat Sumbing dari sudut lain.

Rony sudah bilang jika ini pendakian santai, tak ada yang dikejar, seperti sunrise atau harus sampai puncak jam berapa. Sehingga keesok harinya pun kamu masih berleha-leha di tenda hingga pukul 10.00. Jujur saja, sebenarnya aku sedikit kesal, kenapa lebih banyak waktu terbuang percuma tinimbang untuk menikmati pesona Sumbing ini. Lain cerita jika memang tujuannya hanya ngecamp saja, lha ini jam 11.00 baru mau lanjut trekking lagi. >.< Dari sini aku memahami, jika dalam pendakian harus ada rencana yang disepakati dalam satu tim. Minimal iteneray harus jelas.

Pukul 11.00 WIS (Waktu Indonesi bagian Sumbing) kami melanjutkan perjalan menuju puncak. Tenda ditinggal, karena menurut info, Sumbing lebih aman daripada Sindoro. Perjalanan santaipun di nikmati dengan berjalan sambil bercanda, sesekali berfoto-foto untuk kenang-kenangan. Pos demi pos ( Pos II-IV) kami lewati. Hingga sampai festan nafas kami pun terengah-engah. Ternyata medannya lumayan juga, bersyukur nggak jadi camp di festan, bisa pingsan sebelum sampai ini. Hahahahaaa.
 
sebelum menuju festan
Setelah festan kami harus melewati pasar watu, dimana jalanannya terjal dan berbatu. Jujur aja ngeliatnya aja uda eneg banget. Mau naik berasa ogah-ogahan. Dan Tuhan ternyata memperingati keluhanku, begitu sampai tikungan (ujung akhir pasar watu) tetiba hujan gerimis, biasa aja si cuma gerimis, TAPI angin badai mengencang dan petir ikut menyambar-nyambar. Duuh Gusti, jadi inget seminggu lalu ada korban di puncak Sumbing, meninggal karena kena petir, mana orangnya ganteng pula (plaaaaaakkkkkk,, salah fokus lu >.< ).
 
medan pasar watu yang bikin eneg
Denger suara angin dan petir sungguhlah serem teman-teman. Berlindung di balik bebatuan adalah saran yang ideal untuk saat itu. Terlihat pula banyak pendaki lain yang menghentikan perjalanan. Aku yakin, mereka juga seperti ku, nggak mau mati konyol di gunung. Alhasil bebatuan menjadi laris di singgahi anak manusia yang haus akan keindahan alam tersebut. Begitu gerimis reda kami pun berniat melanjutkan perjalanan. Tetapi melihat cuaca yang tak lagi mendukung dan angin masih cukup kencang, kami pun memutuskan untuk turun. Padahal waktu itu sudah hampir mendekati watu kotak.

Puncak bukan tujuan utama, keselamatan dan sampai rumahlah tujuan sesungguhnya, puncak hanya bonus

Sembari turun kami foto-foto dulu lah, sambil ngobrol-ngobrol. Nah, sewaktu ngobrol, Rony bilang kalau akan ngecamp semalam lagi. katanya waktunya nggak akan nyampai kalau di putuskan untuk turun. Padahal saat itu pukul 14.00 kurang, kalau perkiraan waktu ku tepat, dengan asumsi beres-beres barangnya cepat jam 18.00 sudah sampai basecamp. Tetapi Rony tetep pengen ngecamp semalam lagi, katanya memang sudah di rencanakan. Tuhkan, salah komunikasi lagi, ngeselin -,- Sedangkan aku, Senin sudah ada kerjaan, mau tak mau harus segera balik ke Jogja. Pilihanku hanya dua saat itu, nekat turun sendiri atau tetap stay bareng-bareng mereka.
 
tampak sindoro dari punggungan sumbing

foto-foto setelah angin kencang

Akhirnya aku nekat untuk turun sendiri. Sebenarnya serem juga si. Tapi minimal aku sudah berusha deh. Aku bilang ke temen-temen, kalau sebelum jam 16.00 aku bisa sampai tempat ngecamp, kemungkinan aku langsung turun ke basecamp. Tapi kalau sampai tempat ngecamp lebih dari pukul 16.00 dengan terpaksa aku ikut ngecamp semalam lagi. So, dengan do’a dan usaha, aku berpisah dengan teman-teman di pasar watu. Aku pun segera melesat berlari menuju tempat ngecamp.

Pukul 15.35 aku berhasil sampai tempat ngecamp dengan selamat. Setelah beres-beres dan istirahat sejenak, pukul 16.00 aku pun segera turun menuju basecamp. Karena menuju tempat ngecamp itu malam, jadi ketika mau balik di siang hari rada bingung juga >.< alhasil salah jalan. Seharusnya dari turunan kekiri, aku maalah ambil lurus. Baru sadar setelah beberapa menit berjalan dan tampak menjauhi pandangan ke Sindoro. Batinku, bukankah harusnya mendekati yaa… aaakkkkk ternyata salah jalan. Puter balik dan ternyata di jalan tadi ada penunjuk jalan yang tertutup, ugghh sapa hayoo yang iseng nutup >.<

Oke, itu belum seberapa kepanikan ku. Kepanikan kedua malah terjadi setelah keluar dari hutan dan menuju ladang tembakau dengan jalan konblok. Lagi-lagi aku salah belok -,- tapi disitu ada penunjuknya untuk menuju basecamp. Tapi sepertinya itu bukan jalan yang semalam aku lewati. Tapi tetap aja aku lewati dan berlarian mengejar ujung jalan biar sampai basecamp sebelum gelap. Dan ternyata aku sampai sungai, kok bisa, semalam kan nggak lewat sini.. >.< berhenti sebentar, tarik nafas, daaaaann air mata keluar juga, ini dimanaaaaaa, huhuhuhu

Nggak boleh panik. Itu kunci utama jika tengah berada dalam kebingungan. Minum untuk menyegarkan otak dan mulai berfikir langkah apa yang akan ditempuh. Toh teriak-teriak dan nangis-nangis juga nggak guna, HP dan segala macam tetek bengek elektronik juga sepertinya tak membantu, uughh. Aku pun ingat saat itu aku sempat memotret peta yang dibawa Imam. Aku pun mengeluarkan kamera dan melihat-lihat hasil jepretanku. Kucari gambar peta yang aku foto kemarin sore. Ketemu. Dan ternyata saat itu aku berada di jalan jalur baru. Sedangkan kemarin yang aku lewati adalah jalur lama. Jika aku lewati sungai ini, aku pasti ketemu dengan jalan dimana aku dan teman-teman salah jalan waktu itu. Tetapi aku sedikit nggak yakin, apa iya itu jalannya. Jika iya, aku tak perlu memutar, sehingga akan cepat sampai. Tapi jika perkiraanku salah, aku malah tersesat. Aku nggak mau menjadi pendaki konyol yang keesok harinya aku dimuat di berita dengan headline tebal “Pendaki cantik tersesat di ladang tembakau lereng Sumbing”, tidaaakkk terimakasih -____-“

Akhrinya setelah menimbang-nimbang, aku pun memutuskan untuk putar balik ke jalan awal dan mencari jalan yang semalam aku lalui. Aku nggak mau ambil resiko untuk mencoba jalan dan tersesat. Terlalu riskan. Meskipun dengan putar balik artinya aku harus menempuh kurang lebih 15 menit dengan lari.

Bebera menit kemudian aku pun sampai di jalanan komblok lagi. Lalu aku pun mulai berjalan lagi hingga beberapa menit kemudian aku menemukan perempatan (yang sepertinya) tempat aku belok semalam. Sebenarnya agak ragu lagi, tapi tetap ada keyakinan bahwa jalan ini adalah jalan yang benar. Beruntung, tampak terlihat di lorong jalan itu ada motor parkir, sehingga aku bisa tanya jalan menuju basecamp. Dan ternyata benar ini jalannya. Alhamdulillah. Aku pun akhirnya sampai basecamp pukul 18.00 kurang. Setelah bersih-bersih aku langsung lanjut perjalanan ke Jogja.

Dari perjalanan ini aku benar-benar belajar bagaimana memahami orang lain. Belajar memahami ego diri sendiri dengan segala kenekatan yang di ambil. Berfikir cepat ditengah kepanikan untuk memutuskan langkah yang tepat itu ternyata nggak mudah. Bisa jadi justru bingung dan bimbang yang ditemui. Ini juga merupakan pelajaran untuk nggak ngawur dalam mengambil keputusan. Untungnya tidak terjadi apa-apa, kalau kenapa-kenapa nggak lucu kan aku tiba-tiba jadi terkenal, eeeh maksudnya nggak lucu tetiba tim SAR nemuin aku dalam kondisi mengenaskan. Hehee. Setiap perjalan pasti penuh cerita, dibalik cerita itu terselip makna yang dapat kita jadikan pelajaran. Jangan ditiru ya teman-teman, harus solid sama tim dimanapun kamu berada. Jangan memaksakan ego sendiri macam aku ini. (=^.^=)

No comments:

Post a Comment