Bukan
hal mudah untuk menjadi EO pendakian. Pengalaman selama ini hanya sebagai
pengikut, kali ini tertantang untuk menjadi penggerak dan pelaksana. Sebagai
orang yang ikut dalam kegiatan sosial, seharusnya aku nggak asing dengan
pengalaman kepanitiaan. Tetapi menjadi panitia pendakian? Itu masih asing
buatku :|
Berawal
dari obrolan aku, Sammy, Ayu dan Udin yang mempunyai keinginan untuk mendaki
Merbabu. Tercetus secara tak sengaja di sebuah media social bernama whatsApp hingga berlanjut melobi
teman-teman yang telah berpengalaman dalam hal pendakian. Satu persatu
teman-teman yang telah berpengalaman kita hubungi, Dimas, mas Reksa, Andank dan
juga Gilang. Akan tetapi teman-teman yang kami lobi ternyata tidak dapat ikut.
Alhasil dengan segala keyakinan akhirnya kami berempat lah yang fix. Beruntung,
Udin sudah pernah ke Merbabu, so tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sudah ada guide nya.
Beberapa
hari kemudian, dapat kabar dari Sammy, teman KKN dia ada yang mau ikutan.
Kemudian aku dapat sms dari mas Adib (teman Sammy) dari Geografi dan temannya
juga mau ikutan. Akhirnya peserta bertambah dan total menjadi sembilan orang.
Agar mempermudah perjalanan kami briefing
dahulu dua hari sebelum hari H. Ketika briefing,
peserta tambah empat orang lagi,
sehingga total menjadi 13 orang. Briefing
dilakukan di GSP (Grha Sabha Pramana) UGM sekalian jogging, dipandu oleh Dimas dan mas Reksa. Meskipun mereka tidak
ikut mendaki tapi mereka mendampingi kami yang baru pertama kali mengadakan
pendakian ini.
Sehari
sebelum hari H aku merasa gelisah nggak karuan. Aku yang biasanya hanya sebagai
pengikut kini harus mulai mempersiapkan ini itu. Nggak mudah ternyata. Satu
persatu peserta aku sms untuk mengecek keperluan yang dibawa. Satu persatu aku
tanya apa saja barang yang kurang *ibu-ibu paranoid banget*
bukankah meminimalis resiko adalah salah satu bentuk
kedisiplinan?
Disaat
aku genting nggak karuan mempersiapkan ini itu, tiba-tiba temanku Avy bilang
pengen ikutan. Padahal dua hari yang lalu dia baru saja sampai Jogja setelah
melakukan plesir ke Jawa Timur dan Bali. Dua minggu sebelumnya kami melakukan
pendakian di Merapi. Avy yang masih minim pengalaman pendakian (baru sekali
naik ke Merapi, kawah Ijen dan Bromo) membuatku ragu untuk memperbolehkan.
Apalagi dia belum pernah membawa beban berat. Karena selama di Merapi sebagian
barang aku yang bawa. Sedangkan pendakian kali ini aku sebagai pelaksana harus
bertanggung jawab untuk semuanya.
Avy
tetep ngotot pengen ikutan. Dan akhirnya lagi-lagi aku luluh, minimal aku tahu
dia kayak apa, meskipun aku belum lihat kemampuan dia menjaga fisiknya. Aku pun
menyaratkan dia harus bawa semua barangnya sendiri dan tanggung resiko semua
yang terjadi. Dia sanggup. Oke kamu ikut Vy, tapi jujur nekatmu itu terlalu
beresiko, akibatnya setelah pulang dari Merbabu kamu sempat nggak sadarkan diri
kan? Dan ini pelajaran buatku, besok lagi harus tegas kalo ada teman perempuan
yang dalam kondisi capek dan belum berpengalaman untuk ikut pendakian.
Untungnya dia cuma nggak sadarkan diri, kalau lebih dari itu? Aku nggak mau
ngebayangin.
Kadang bersikap menyebalkan bukan karena benci atau
tidak suka. Tapi karena rasa sayang yang ada. Bukankah rasa peduli dan
menyebalkan itu beda tipis? :)
Malam
sebelum keberangkatan, aku, Ayu, Sammy, mas Adib dan Udin berencana ngobrol
untuk membicarakan persiapan. Tapi Udin berhalangan hadir, hingga hanya kami
berempat yang “rapat”. Bismillah, semoga apa yang kami rencanakan mendapat
Ridho dari yang Maha Kuasa. Aamiin :)
Sebelum
bercerita panjang lebar, lebih dulu kenali Merbabu. Gunung ini merupakan salah
satu gunung kembar yang ada di Jawa selain Sindoro-Sumbing, Gede-Pangrango dan
Arjuna-Welirang. Merbabu letaknya berdekatan dengan Merapi. Untuk jalur
pendakian ada beberapa alternatif jalur pendakian, yaitu via Wekas, via Kopeng,
via Cuntel dan via Selo. Aku dan rombongan akan melalu Selo. Sebab kata
teman-temanku, jalur ini selain memiliki view yang indah jalurnya juga lebih
mudah meskipun panjang. Akan tetapi tidak seperti via Wekas, via Selo
tidak
terdapat sumber air. Jadi persediaan air harus banyak. Gunung dengan ketinggian
3145 mDpl ini memiliki kurang lebih Sembilan puncak, puncak Triangulasi, puncak
Syarief, puncak Kentheng Songo dll. Puncak Kentheng Songo inilah puncak
tertinggi di Merbabu.
Salah satu cara mempersiapkan perjalanan yang baik
adalah bertanya dengan orang yang berpengalaman dan browsing info untuk
mengenali tempat tujuan perjalanan
Jum’at 29 Maret
2013
Hari
yang dinanti pun tiba, kurang lebih pukul 08.00 kami pun berkumpul di kos Udin.
Aku Udin, Sammy, dan Ayu ngurus tenda, nesting dan kompor yang disewa didekat
kos Ayu. Lagi-lagi Avy sudah ngebanjirin sms dan telpon menanyakan kapan
berangkat. Duuhh Vy, aku kali ini jadi EO yang sibuk ini itu. Jadi maaf ya kamu
sedikit aku cueki. Jujur saja aku masih sebal dengan kenekatanmu, jadi maaf ya
kalau mungkin dalam pendakian merbabu ini aku jadi sosok yang menyebalkan
dimatamu. Tapi ini semata-mata karena aku khawatir sama kamu >.< dan pada
akhirnya kamu menjadi orang yang dikhawatirkan kan? Semoga semua ini jadi
pelajaran buat kamu ya :*
Akhirnya
setelah persiapan beres kami pun berangkat. Peserta total 13, sebab teman mas
Adib membatalkan ikut. Mereka adalah aku, Ayu, Udin, Sammy, mas Adib, Avy,
Icha, Fahmi, Galih, Adi, Ronny, Ulya dan Nurin. Ketika mau mendekati dhuhur,
kami berhenti di sebuah masjid di Sawangan Magelang. Sembari menunggu yang
laki-laki jum’atan, yang perempuan di beri tempat oleh seorang ibu istri takmir
setempat dirumahnya. Asyiikk bisa numpang tidur sejenak :D
Selesai
shalat jum’at kami melanjutkan perjalanan. Sampai basecamp Merbabu kurang lebih
pukul 14.00. Malang tak bisa dibendung guys, tiba-tiba begitu sampai basecamp
kami disambut hujan yang amat deras -,- akhirnya kami membatalkan rencana kami
untuk mulai naik pukul 16.00. Hingga maghrib lewat hujan tak kunjung usai.
Maka, sesuai kesepakatan, hujan reda atau belum pukul 19.00 kita sudah harus
berangkat.
Pukul
19.00 kami berangkat meninggalkan basecamp setelah berdo’a terlebih dahulu. Dengan
leader mas Adib. Perlahan lahan kami 13 orang mulai merayap dalam gelap dan
dingin. Gerimis masih menyisakan sedikit airnya untuk mengantarkan kami
mengenali Merbabu. Jalanan mulai menanjak menantang kaki-kaki yang haus akan
sebuah petualangan. Alhamdulillah, tak sedikitpun dari kami mengeluh akan
perjalanan ini. Tawa dan canda menghiasi perjalanan. Hingga perjalanan terasa
sangat menyenangkan. Apalagi hujan telah reda dan purnama pun mulai tak malu
lagi menampakkan pesonanya.
Suasana seperti ini yang selalu aku rindukan…!!!!!
Perjalanan
pun dilanjutkan. Karena rencana kami akan ngecamp di sabana. Akan tetapi,
ditengah perjalanan menuju III tiga tiba-tiba dapat kabar Nurin sakit. Aku pun
segera mendekati rombongan belakang (posisi waktu itu aku selalu didepan). Dia
ternyata punya riwayat jantung. Aku lupa menanyakan Ulya, Nurin dan Roni yang
notabene teman Sammy punya sakit atau nggak. Karena hampir semua teman-teman dalam
rombongan aku sudah mengenalnya. Duhh, kenapa mesti terlewatkan sih. “Ulya,
gimana Nurin?” kataku pada Ulya yang sedang mengelus-elus punggung Nurin.
Tampak Nurin kecapekan waktu itu. “udah nggak apa-apa kok Mbak, cuma kecapekan
aja,” jawab Ulya. Setelah aku tanya-tanya tentang obat dan bagaimana
penanggulangannya, mereka bilang nggak bawa, karena nggak nyangka kalau bakal
kambuh. Pelisss, ini naik gunung, bukan piknik, jadi segala kemungkinan bakal
terjadi, jadi alangkah baiknya sedia payung sebelum hujan *rada dongkol*
Salah satu cara mempersiapkan perjalanan yang baik
adalah menganalisis resiko dan mepersiapkan jika kemungkinan terjadi. Sedia
payung sebelum hujan.
Setelah
istirahat beberapa menit kami pun melanjutkan perjalanan. Rombongan pun terbagi
menjadi dua, beberapa teman-teman sudah melaju dan ada beberapa yang masih
dibelakang. Dengan kondisi seperti itu maka kami putuskan untuk ngecamp di pos III atau biasa disebut watu (batu) tulis. Selain itu waktu pun sudah
menunjukan hampir tengah malam.
Pos III ini tidak seperti pos I dan pos II yang hanya berupa dataran yang
tidak terlalu luas, kalaupun untuk mendirikan tenda paling hanya muat 1-2
tenda. Akan tetapi pos tiga ini ternyata luas sekali. Seperti pelataran gitu.
Disana sudah banyak tenda-tenda berdiri. Sehingga kami pun harus mencari tempat
yang muat menampung 4 tenda kami.
Akhirnya,
nikmat pegunungan yang selalu aku rindukan hadir kembali pada malam ini. Malam
yang dingin, beserta bintang-bintang dan rembulan, menambah kenikmatan
perjalanan menikmati alam ini. Subhanallah, Maha Indahnya ciptaan-Mu Tuhanku.
Apabila kamu melihat suatu keindahan, bersyukurlah
karena kamu masih bisa menikmati keindahan yang belum tentu akan kamu bisa
lihat lagi.
Bersambunggg...... :)
No comments:
Post a Comment