Candu
itu kembali minta penawar. Dua bulan setelah pendakian Merapi ternyata hati ini
belum puas menikmati keindahan alam. Pendakian pun selalu dinanti. Meskipun
skripsi masih terlukai. Hahahahaha, sedikit miris sih dengan keadaan diri
sendiri, seakan-akan mendaki adalah pelampiasan dari pengerjaan skripsi. Tapi
pending dulu lah ngomongin skripsi ini, kita beranjak ke perjalanan menuju
Sindoro, hohoho.
Perjalanan
ini berawal dari sms kakak angkatan di kampus “Pengen naik gunung lagi nggak?”. Tanpa babibu
lagi aku membalas “pengeeennnn,
mau naik kemana, kapan, sama sapa aja, ada ceweknya nggak?” dengan
sederetan pertanyaan bagaikan kereta ekspres. “minggu depan ke sindoro sama temen-temen KKN
ku, ada ceweknya juga kok, si Eka, kamu pasti kenal”. Aaaahhh,
rasanya begitu bahagia akan kembali beraktivitas menikmati alam. Oke Sindoro,
tunggu kedatanganku!
Akhirnya
hari Sabtu 09 Februari 2013 berangkatlah aku bersama rombongan ke Gunung
Sindoro. Bersama teman-teman KKN Dimas, ada Ayu, Galih, dan Sugeng, kemudian
ada Eka adek angkatan di kampus, ada mas Reksa teman pendakian di Lawu, terus
ada Sammy, Fahmi, Gultom, Gilang dan juga Udin. Total berjumlah 12 orang dan
semuanya adalah mahasiswa UGM (kecuali mas Reksa) dengan berbagai macam jurusan.
Gunung
Sindoro ini terletak di perbatasan Temanggung-Wonosobo dengan ketinggian 3150
mDpl. Sindoro juga merupakan salah satu gunung yang dijuluki gunung kembar
seperti halnya Merapi-Merbabu, Gede-Pangrango, dan Arjuna-Welirang, karena
letaknya bersebelahan dengan gunung Sumbing. Puncak Sindoro ditandai dengan
adanya kawah kecil namun aktif. Jalur pendakian bisa melewati
Kledung-Temanggung atau Tambi-Wonosobo. Dan jalur yang akan aku lewati bersama teman-teman ini adalah melalui
Kledung-Temanggung.
Berbekal
sok tahu (karena diantara kami belum pernah ada yang mendaki Sindoro) kami pun
melewati jalan setapak setelah berbelok dari jalan utama Temanggung-Wonosobo
untuk mencari basecamp Sindoro. Basecamp
tak kunjung ketemu setelah pedesaan habis. Maka kami pun bertanya dengan
penduduk yang sedang istirahat di ladang. Ternyata oh ternyata basecamp telah
kami lewati. Karena basecamp yang
ditunjukkan letaknya jauh dari tempat kami berhenti, maka carrier (tas besar) kami turunkan dan beberapa orang (termasuk
saya) ditinggal untuk berjaga, sedangkan yang lain ke basecamp untuk shalat dan
parkir motor (kebetulan aku lagi nggak shalat, dan ini akan aku bahas di segmen
cerita yang lain). Aku, Gilang, Galih dan Fahmi pun berjaga sembari menunggu
yang lain kembali.
Pengalaman
adalah guru yang terbaik, bahkan pengalaman sok tahu sekalipun ;)
Baru
beberapa menit ditinggal teman-teman kebawah, hujan mengguyur bumi lereng
sindoro ini. Kami berempat pun berduyun-duyun menyelamatkan 12 carrier yang tertumpuk manis dipinggir
ladang. Kebetulan Gilang menemukan gubug petani, sehingga kami pun mengangkat carrier dibawa kesana.
Kurang
lebih setengah jam kemudian, saat hujan telah menghentikan kecepatan alirannya,
tampak muncul teman-teman kami berdatangan dengan berlarian. Saat itu kalau
tidak salah jam tengah menunjukan pukul 14.00 lebih. Sehingga mau tak mau kami
harus segera mulai pendakian, meskipun gerimis masih saja setia. Maka pukul
15.00 kurang kami mulai mendaki lereng gunung Sindoro.
Menurut
informasi Sindoro memiliki lima pos, dengan pos ke-V adalah puncak. Dan kami
berencana untuk ngecamp di pos tiga.
Karena beberapa informasi dari beberapa teman
yang pernah menaiki Sindoro, pos tiga adalah pos paling nyaman untuk ngecamp.
Pos I terletak diantara batas ladang penduduk dan hutan Sindoro. Dari pos I
mulai memasuki hutan dan merasakan pendakian yang sebenarnya, dengan track yang semakin menanjak. Khas gunung
pada umumnya, kanan kiri terdapat pohon-pohon yang sedang bergoyang manja kala
itu. Jalanan tak hanya tanah yang sedikit becek (karena hujan) akan tetapi
jalanan bebatuan pun kami temui. Bahkan mungkin aku harus siap merangkak,
karena tingginya bebatuan yang tak sanggup aku naiki. Beruntung, didepanku
Fahmi selalu siap mengulurkan tangannya untuk menolongku, dan dibelakang ada
Sugeng yang selalu mendorong carrier
ku agar aku tidak kesulitan menaiki jalanan batu. Terimakasih Sugeng dan Fahmi :*
Leader
kala itu dipegang oleh Gultom, teman kami dari Fakultas Hukum UGM. Selain
karena dia pemberani dia bisa memimpin dengan baik perjalanan. Sweaper (garda belakang yang mengendalikan
rombongan belakang, siapa tahu ada yang tertinggal) dipegang oleh Dimas dan mas
Reksa. Sedangkan aku, hanya sebagai peserta penggembira saja :p kami tidak ada
gengsi untuk mengatakan ‘break’.
Kalau capek harus bilang, biar semua berhenti dan istirahat sejenak. Dan yang
paling sering bilang jelas saja aku, hihihihi.
Jangan sok kuat.
Kebanyakan pendaki gagal muncak atau melanjutkan perjalanan karena gengsi untuk
istirahat.
Gelap
mulai menemani, dan gerimis masih tetap setia. Perjalanan dengan dingin dan
rintikan hujan membuatku sedikit merasa lemah. Di perjalanan aku mulai
berperang dengan pikiranku sendiri, kenapa aku nekat ikut, kenapa aku nurutin
nafsuku buat nanjak. Yupz, dengan kondisi lagi ‘berhalangan’ memang membuat
emosi seorang perempuan menjadi labil. Selain disebabkan karena hormon yang tidak
stabil juga karena rasa nyeri yang mulai menyerang perut. Tapi aku lebih
memilih diam, karena pada dasarnya aku memang nggak capek, aku hanya merasa
perutku sedikit bermasalah dan pusing yang tiba-tiba melanda. Tetapi aku masih
kuat kok.
Setelah
beberapa jam berjalan, kalau tidak salah waktu sudah menunjukkan pukul 20.15an,
ketika kami break, si Dimas melihatku
dan bilang “Mol, kok kamu pucet banget,” sambilmenyorotiku dengan lampu
senternya. “aku pucet? Ahh nggak ah, ini kan gelap,” sanggahku. Eka pun
menambahi “iya Mbak, pucet, kita istirahat sebentar lagi aja,”. Akhirnya kami
istirahat lagi, walaupun aku bersikeras sudah cukup untuk istirahat. Pada
akhirnya, carrierku dibawakan oleh
mas Reksa. Maaf ya mas, malah ngerepotin :3
Baru
berjalan beberapa menit, ternyata eh ternyata didepan sudah pos III.
Hahahahha. Mas Reksa pun ketawa ketika dia jadi porter (kuli angkut :p ) hanya sebentar. Lalu kami pun mendirikan
tenda dan masak-masak untuk makan malam. Sambil makan sambil poto-poto sambil
bercerita, kegiatan malam khas anak pendaki. hohohoho
Dimas, mas Reksa, Gultom dan Udin yang sedang menanti giliran makan mie :D |
aku dan Ayu |
Ketika
sedang asyik-asyik makan, Dimas tanya “kamu udah sehatan belum, besok pagi kuat
muncak kan?”. Duuhh aku kuat muncak nggak ya. Dengan kondisi perut yang melilit
dan kadang kala lemas mendadak, maka aku putuskan untuk tidak muncak. Ternyata
Dimas tanya gitu karena dia juga nggak kuat muncak dan cari teman (hadeeeuhh
-,- ). Katanya lututnya masih sakit akibat kecengklek (bahasa Indonesianya apa
ya :p ) dan masih nyeri, jadi dia nggak ikutan muncak.
Sebenarnya
menyesal juga sih nggak ikutan muncak. Padahal pagi itu ketika teman-teman mau
muncak aku merasa aku sehat dan kuat. Tapi apadaya, aku nggak berani ambil
resiko untuk merepotkan orang lain kala itu. Ini adalah pertama kali aku nggak
muncak karena tidak berani alias takut. Takut tetiba sakit perut terus lemas.
Cih, pengecut sekali aku waktu itu. Aku nggak berani nekat melawan rasa nyeri
perut, nggak berani nekat melawan resiko, dan nggak berani nekat memperjuangkan
keinginan muncak. -____________-“
Manusia pada
dasarnya mempertahankan rasa takutnya daripada rasa inginnya. Padahal belum
tentu apa yang ditakutkan itu terjadi
Teman-teman
(selain aku dan Dimas tentunya) mulai muncak pukul 04.00 pagi. Kembali ke
tempat ngecamp kurang lebih pukul
11.00. Selama mereka muncak, aku dan Dimas masak dan bercerita, yupz si Dimas
curhat gitu. Hahahahaha. Sembari bercerita kami menikmati sunrise yang indah banget. Alhamdulillah sunrise masih bisa
terlihat walau tak dipuncak.
sunrise cantik dari pos tiga Sindoro |
aku dan sunrise cantik, tampak megah Sumbing, Merbabu dan Merapi :) |
Dan perjalanan pun berakhir setelah teman-teman
yang muncak mulai turun ke bawah. Setelah mereka istirahat sejenak kami pun
segera turun dan pulang ke Jogja. Pada saat aku turun aku benar-benar sehat,
bahkan aku lari-larian sama Udin, Galih, Fahmi dan Sugeng. Tuhkan, ternyata
akunya nggak apa-apa, khawatir duluan sih, huhuhu
oleh-oleh dari mereka : gambar kawah Sindoro -,- |
Sindoro
oh Sindoro, aku masih penasaran dengan puncakmu. Walaupun aku tak sampai
puncakmu, aku bahagia kok, masih bisa dikasih kesempatan sama Allah buat
mengunjungimu. Suatu saat aku pasti akan menyambangimu kembali, kataku dalam
hati. (=^.^=)
No comments:
Post a Comment