Wednesday, November 13, 2013

Sindoro Oh Sindoro


Candu itu kembali minta penawar. Dua bulan setelah pendakian Merapi ternyata hati ini belum puas menikmati keindahan alam. Pendakian pun selalu dinanti. Meskipun skripsi masih terlukai. Hahahahaha, sedikit miris sih dengan keadaan diri sendiri, seakan-akan mendaki adalah pelampiasan dari pengerjaan skripsi. Tapi pending dulu lah ngomongin skripsi ini, kita beranjak ke perjalanan menuju Sindoro, hohoho.

Perjalanan ini berawal dari sms kakak angkatan di kampus “Pengen naik gunung lagi nggak?”. Tanpa babibu lagi aku membalas “pengeeennnn, mau naik kemana, kapan, sama sapa aja, ada ceweknya nggak?” dengan sederetan pertanyaan bagaikan kereta ekspres. “minggu depan ke sindoro sama temen-temen KKN ku, ada ceweknya juga kok, si Eka, kamu pasti kenal”. Aaaahhh, rasanya begitu bahagia akan kembali beraktivitas menikmati alam. Oke Sindoro, tunggu kedatanganku!

Akhirnya hari Sabtu 09 Februari 2013 berangkatlah aku bersama rombongan ke Gunung Sindoro. Bersama teman-teman KKN Dimas, ada Ayu, Galih, dan Sugeng, kemudian ada Eka adek angkatan di kampus, ada mas Reksa teman pendakian di Lawu, terus ada Sammy, Fahmi, Gultom, Gilang dan juga Udin. Total berjumlah 12 orang dan semuanya adalah mahasiswa UGM (kecuali mas Reksa) dengan berbagai macam jurusan.

Gunung Sindoro ini terletak di perbatasan Temanggung-Wonosobo dengan ketinggian 3150 mDpl. Sindoro juga merupakan salah satu gunung yang dijuluki gunung kembar seperti halnya Merapi-Merbabu, Gede-Pangrango, dan Arjuna-Welirang, karena letaknya bersebelahan dengan gunung Sumbing. Puncak Sindoro ditandai dengan adanya kawah kecil namun aktif. Jalur pendakian bisa melewati Kledung-Temanggung atau Tambi-Wonosobo. Dan jalur yang akan aku  lewati bersama teman-teman ini adalah melalui Kledung-Temanggung.

Berbekal sok tahu (karena diantara kami belum pernah ada yang mendaki Sindoro) kami pun melewati jalan setapak setelah berbelok dari jalan utama Temanggung-Wonosobo untuk mencari basecamp Sindoro. Basecamp tak kunjung ketemu setelah pedesaan habis. Maka kami pun bertanya dengan penduduk yang sedang istirahat di ladang. Ternyata oh ternyata basecamp telah kami lewati. Karena basecamp yang ditunjukkan letaknya jauh dari tempat kami berhenti, maka carrier (tas besar) kami turunkan dan beberapa orang (termasuk saya) ditinggal untuk berjaga, sedangkan yang lain ke basecamp untuk shalat dan parkir motor (kebetulan aku lagi nggak shalat, dan ini akan aku bahas di segmen cerita yang lain). Aku, Gilang, Galih dan Fahmi pun berjaga sembari menunggu yang lain kembali.

Pengalaman adalah guru yang terbaik, bahkan pengalaman sok tahu sekalipun ;)

Baru beberapa menit ditinggal teman-teman kebawah, hujan mengguyur bumi lereng sindoro ini. Kami berempat pun berduyun-duyun menyelamatkan 12 carrier yang tertumpuk manis dipinggir ladang. Kebetulan Gilang menemukan gubug petani, sehingga kami pun mengangkat carrier dibawa kesana.

Kurang lebih setengah jam kemudian, saat hujan telah menghentikan kecepatan alirannya, tampak muncul teman-teman kami berdatangan dengan berlarian. Saat itu kalau tidak salah jam tengah menunjukan pukul 14.00 lebih. Sehingga mau tak mau kami harus segera mulai pendakian, meskipun gerimis masih saja setia. Maka pukul 15.00 kurang kami mulai mendaki lereng gunung Sindoro.
Menurut informasi Sindoro memiliki lima pos, dengan pos ke-V adalah puncak. Dan kami berencana untuk ngecamp di pos tiga. Karena beberapa informasi dari beberapa teman  yang pernah menaiki Sindoro, pos tiga adalah pos paling nyaman untuk ngecamp.

Pos I terletak diantara batas ladang penduduk dan hutan Sindoro. Dari pos I mulai memasuki hutan dan merasakan pendakian yang sebenarnya, dengan track yang semakin menanjak. Khas gunung pada umumnya, kanan kiri terdapat pohon-pohon yang sedang bergoyang manja kala itu. Jalanan tak hanya tanah yang sedikit becek (karena hujan) akan tetapi jalanan bebatuan pun kami temui. Bahkan mungkin aku harus siap merangkak, karena tingginya bebatuan yang tak sanggup aku naiki. Beruntung, didepanku Fahmi selalu siap mengulurkan tangannya untuk menolongku, dan dibelakang ada Sugeng yang selalu mendorong carrier ku agar aku tidak kesulitan menaiki jalanan batu. Terimakasih Sugeng dan Fahmi :*

Leader kala itu dipegang oleh Gultom, teman kami dari Fakultas Hukum UGM. Selain karena dia pemberani dia bisa memimpin dengan baik perjalanan. Sweaper (garda belakang yang mengendalikan rombongan belakang, siapa tahu ada yang tertinggal) dipegang oleh Dimas dan mas Reksa. Sedangkan aku, hanya sebagai peserta penggembira saja :p kami tidak ada gengsi untuk mengatakan ‘break’. Kalau capek harus bilang, biar semua berhenti dan istirahat sejenak. Dan yang paling sering bilang jelas saja aku, hihihihi.

Jangan sok kuat. Kebanyakan pendaki gagal muncak atau melanjutkan perjalanan karena gengsi untuk istirahat.

Gelap mulai menemani, dan gerimis masih tetap setia. Perjalanan dengan dingin dan rintikan hujan membuatku sedikit merasa lemah. Di perjalanan aku mulai berperang dengan pikiranku sendiri, kenapa aku nekat ikut, kenapa aku nurutin nafsuku buat nanjak. Yupz, dengan kondisi lagi ‘berhalangan’ memang membuat emosi seorang perempuan menjadi labil. Selain disebabkan karena hormon yang tidak stabil juga karena rasa nyeri yang mulai menyerang perut. Tapi aku lebih memilih diam, karena pada dasarnya aku memang nggak capek, aku hanya merasa perutku sedikit bermasalah dan pusing yang tiba-tiba melanda. Tetapi aku masih kuat kok.

Setelah beberapa jam berjalan, kalau tidak salah waktu sudah menunjukkan pukul 20.15an, ketika kami break, si Dimas melihatku dan bilang “Mol, kok kamu pucet banget,” sambilmenyorotiku dengan lampu senternya. “aku pucet? Ahh nggak ah, ini kan gelap,” sanggahku. Eka pun menambahi “iya Mbak, pucet, kita istirahat sebentar lagi aja,”. Akhirnya kami istirahat lagi, walaupun aku bersikeras sudah cukup untuk istirahat. Pada akhirnya, carrierku dibawakan oleh mas Reksa. Maaf ya mas, malah ngerepotin :3

Baru berjalan beberapa menit, ternyata eh ternyata didepan sudah pos III. Hahahahha. Mas Reksa pun ketawa ketika dia jadi porter (kuli angkut :p ) hanya sebentar. Lalu kami pun mendirikan tenda dan masak-masak untuk makan malam. Sambil makan sambil poto-poto sambil bercerita, kegiatan malam khas anak pendaki. hohohoho
 
Dimas, mas Reksa, Gultom dan Udin yang sedang menanti giliran makan mie :D

aku dan Ayu

Ketika sedang asyik-asyik makan, Dimas tanya “kamu udah sehatan belum, besok pagi kuat muncak kan?”. Duuhh aku kuat muncak nggak ya. Dengan kondisi perut yang melilit dan kadang kala lemas mendadak, maka aku putuskan untuk tidak muncak. Ternyata Dimas tanya gitu karena dia juga nggak kuat muncak dan cari teman (hadeeeuhh -,- ). Katanya lututnya masih sakit akibat kecengklek (bahasa Indonesianya apa ya :p ) dan masih nyeri, jadi dia nggak ikutan muncak.

Sebenarnya menyesal juga sih nggak ikutan muncak. Padahal pagi itu ketika teman-teman mau muncak aku merasa aku sehat dan kuat. Tapi apadaya, aku nggak berani ambil resiko untuk merepotkan orang lain kala itu. Ini adalah pertama kali aku nggak muncak karena tidak berani alias takut. Takut tetiba sakit perut terus lemas. Cih, pengecut sekali aku waktu itu. Aku nggak berani nekat melawan rasa nyeri perut, nggak berani nekat melawan resiko, dan nggak berani nekat memperjuangkan keinginan muncak. -____________-“

Manusia pada dasarnya mempertahankan rasa takutnya daripada rasa inginnya. Padahal belum tentu apa yang ditakutkan itu terjadi

Teman-teman (selain aku dan Dimas tentunya) mulai muncak pukul 04.00 pagi. Kembali ke tempat ngecamp kurang lebih pukul 11.00. Selama mereka muncak, aku dan Dimas masak dan bercerita, yupz si Dimas curhat gitu. Hahahahaha. Sembari bercerita kami menikmati sunrise yang indah banget. Alhamdulillah sunrise masih bisa terlihat walau tak dipuncak. 

sunrise cantik dari pos tiga Sindoro
aku dan sunrise cantik, tampak megah Sumbing, Merbabu dan Merapi :)
Dan perjalanan pun berakhir setelah teman-teman yang muncak mulai turun ke bawah. Setelah mereka istirahat sejenak kami pun segera turun dan pulang ke Jogja. Pada saat aku turun aku benar-benar sehat, bahkan aku lari-larian sama Udin, Galih, Fahmi dan Sugeng. Tuhkan, ternyata akunya nggak apa-apa, khawatir duluan sih, huhuhu
  
teman-teman yang muncak


oleh-oleh dari mereka : gambar kawah Sindoro -,-

Sindoro oh Sindoro, aku masih penasaran dengan puncakmu. Walaupun aku tak sampai puncakmu, aku bahagia kok, masih bisa dikasih kesempatan sama Allah buat mengunjungimu. Suatu saat aku pasti akan menyambangimu kembali, kataku dalam hati. (=^.^=)

No comments:

Post a Comment