Kalau ramadhan tahun kemarin disambut dengan
mengunjungi Sindoro. Maka ramadhan tahun ini disambut dengan mengunjungi Prau
dan Sikunir. Kalau ramadhan tahun kemarin mengunjungi Sindoro H-1 puasa. Kalau
ramadhan tahun ini cukup H- seminggu (20-21 Juni 2014) puasa saja. Hohohoo
Sebenarnya
ini bukan pertama kalinya aku ke Prau. Karena pada November tahun lalu aku
pernah main ke Prau juga bersama duo tengil Wisnu dan Ito. Eehh kunjungan ke
Prau ini juga sama Wisnu lagi, tapi nggak sama Ito soalnya dia sok sibuk.
Ditambah teman dari Jakarta Rega. Aslinya sih emang ke Prau buat nganter rega.
Lagi-lagi
tertantang untuk mengendarai motor sendiri. Soalnya kami bertiga gitu. Jadi mau
tak mau Dorada –nama motorku- harus ikutan jalan-jalan ke Dieng. Sebenarnya
pula, ini bukan pertama kalinya aku mengendarai motor sendiri. Karena dulu
pendakian ke Sindoro dan Sumbing juga pernah jadi pengendara tunggal. Bedanya,
kalinya aku harus boncengin Rega plus kerir.
Emang
sih, si Rega nggak gemuk-gemuk amat. Tapi kerirnya cukup gemuk. Jadi berasa
bawa ekor gitu. Mana jalan menuju Dieng itu nanjaknya ampun. Naik-turun
naik-turun nggak habis-habis. Udah gitu kita melalui jalan yang miskin lampu
lalulintas. Jadi nggak ada waktu buat istirahat sejenak. Berasa wonder woman
banget deh -____-“
Kami
nanjak di Prau melalui Dieng. Kami berangkat dari Jogja pukul 2 siang. Harusnya
sampai Dieng pukul 5 sore. Tapi karena hujan kami sempat berhenti dua kali.
Jadi sampai Dieng baru pukul 18.30. Sempet ada kendala juga di perjalanan.
Tiba-tiba di tanjakan beberapa meter sebelum Pathak Banteng si Dorada macet. Di
tanjakan pula. Duuuhh, untung nggak oleng -,-
Alhamdulillah.
Setelah beberapa menit didiamkan Dorada mau hidup lagi. Beruntung pula saat
Dorada hidup ada orang nolong. Jadi untuk sementara Rega ada yang nebengin.
Tapi cuma sampai Pathak Banteng. Padahal tu orang rumahnya di Sikunir yang
artinya ngelewatin Dieng. Yaudah deh nggak papa. Sini Reg, bonceng mantannya
Pedrosa lagi. Hohohohoho..
Sampai
Dieng, setelah mampir sejenak di basecamp Festival Dieng, kami berkunjung di
rumah Om Topik. Karena rencana nanjak Prau pukul 10 malam. Jadi masih ada waktu
2-3 jam untuk istirahat sejenak. Dan seperti biasa, kemalasan mulai menghantui.
Rencana nanjak pukul 10 malam mundur jadi pukul 11 malam. Hadeeuuhhhh.
Persiapan
oke. Mari kita nanjak. Merasakan dingin Dieng yang amat sangat menusuk. Pada
saat pendakian pertama dulu belum ada tempat restribusi dan ijin pendakian.
Kalau sekarang sudah ada. Tempatnya di dekat terminal beberapa meter dari
gapura bertuliskan ‘selamat datang dikawasan dieng’. Jadi sebelum nanjak kami
ijin dan bayar restribusi dulu. Satu orang kena Rp 4.000.
Pukul
12 malam kurang, kami mulai memasuki trek pendakian Prau. Jalan masih enak dan
landai seperti dulu. Paling ketemu jalan nanjak di sebelum hutan dan sebelum
repeater atau pemancar. Di jalanan nanjak sebelum memasuki hutan aku tukaran
tas dengan Rega. Karena aku hanya bawa daypack
dan Rega bawa kerir yang gede. Sedangkan Rega saat itu kecapekan. Jadi sebagai teman manis yang baik kami tukeran tas deh.
Ah
ternyata jalanan terjal sebelum pemancar menyulitkanku. Aku seperti mulai
kepayahan. Aku tanya wisnu jam berapa saat itu. Dia jawab hampir setengah 3
katanya. Pantes aku capek. Aku belum tidur. So, sebagai kambing diantara 2
kembang, Wisnu memutuskan untuk ngecamp di repeater. Ya, dia kasihan melihatku
dan Rega sudah kepayahan. Sorry ya Wis, aku ngantuk banget soalnya. Hohohoo.
Pagi
matahari cantik. Aku terlambat bangun. Hahaha. Saking capeknya aku bangun pukul
5 pagi. Tapi keluar tenda pukul 05.30. Sedangkan Rega dan Wisnu baru keluar
pukul 6 lebih. Setelah foto-foto cantik dan sarapan, pukul 09.00 kami turun.
Karena mau lanjut main ke Sikunir.
hooaaammm, good morning Indonesia :* |
Sebenarnya
ke Sikunir paling oke kalau pagi-pagi buta. Karena disana terkenal dengan
golden sunrise-nya. Tetapi berhubung Rega nggak mempermasalahkan itu, maka kami
pun lanjut ke Sikunir. Kami berangkat setelah dhuhur.
Awalnya
agak sangsi untuk ke Sikunir. Secara jalan menuju Sikunir aduhai kerennya alias
off road sekali. Nggak cuma
naik-turun tu jalan, tapi nggronjal-nggronjal
pula. Tapi bismillah aja deh. Bisa-bisa. Alhasil setelah melewati (yang katanya)
desa tertinggi di pulau Jawa, si Dorada macet lagi. Harus didiamkan lagi.
Alhamdulillah setelah bertarung melawan itu jalan sampai juga di basecamp
penanjakan Sikunir. Fiuuhhh, lega.
Begitu
sampai tempat parkir kami langsung menitipkan tas, karena kami akan nanjak
hanya bawa kamera saja. Kebetulan di sana ketemu mas-mas yang nebengin Rega.
Eeeh bukan kebetulan sih. Tu orang sempat ngejar kita pas papasan di desa habis
tempat restribusi Sikunir. Rega yang liat. Pas ketemu kami lagi, dia bilang
lagi nengokin sawahnya di daerah sana. Ahh alibi lu mas, bilang aja pengen
ketemu kami lagi. Isshhh…
Kami
nanjak pukul 14.30. Kami pikir butuh waktu 1-2 jam untuk sampai puncak. Maklum
ini pertama kalinya buat kami bertiga ke Sikunir. Ternyata nggak ada setengah
jam kami sampai. Padahal waktu itu kakiku sakit banget, ada lecet di sela-sela
jari akibat gesekan di sepatu. Meskipun di atas nggak dapat view bagus buat di pandang, soalnya udah
sore dan berkabut. Tapi kami tetap puas. Tetap terlihat indah.
Menikmati alam itu harus dari hati. Karena apapun
keadaannya pasti akan terlihat indah.
Begitu
sampai bawah kami pun segera bergegas agar tidak kemalaman di jalan. Sebab
jalan alternatif Magelang-Wonosobo kalau habis maghrib pasti dipenuhi truk. Dan
kami malas bertele-tele di belakang truk pada kondisi jalan yang nanjak. So,
akhiri petualangan ini dengan Alhamdulillah. Yeeeeyyyyy :)
Oke,
selamat menyambut ramadhan teman-teman semua. Semoga ibadahnya khusyuk dan
mendapat kemenangan di hari nan fitri esok. Aamiin. (=^.^=)
No comments:
Post a Comment