Friday, May 16, 2014

Catatan Perjalanan Semeru #Part IV



Perjalanan menuju puncak biasanya adalah perjalanan yang tersulit. Tak hanya butuh fisik yang kuat, namun juga mental yang kuat. Dan inilah akhir catatan perjalalan semeru ku setelah sekelumit cerita yang telah aku bagi di Catatan Perjalanan Semeru #Part I #Part II dan #Part III. Dengan hati aku menuliskannya, menguak kembali memori-memori beberapa  bulan yang lalu, yang selalu aku nanti-nanti kapan aku bisa menyelesaikan tulisan ini. Untuk kalian yang telah setia menanti cerita-ceritaku, monggo……


16 Agustus 2013
Setelah terbangun oleh teriakan panitia pada pukul 11 malam (15/08/13), kami pun segera berkumpul di tanah lapang untuk briefing terakhir sebelum muncak. Tampak disana panitia dan peserta telah berjejer berkumpul untuk perjalanan menuju puncak. “jangan lupa bawa bekal, alat penerangan, barang nggak penting ditinggal tenda aja, aman kok,” teriak mas Catur selaku panitia memberi komando. Setelah semua peserta berkumpul dan persiapan beres, kami pun segera berangkat berbondong-bondong menuju puncak. “ingat, jangan saling mendahului, tetap disiplin dan jangan terpisah dari rombongan ya, karena tidak hanya kita yang malam ini muncak,” pesan beliau lagi sebelum kami berangkat.

Tepat pukul 00.10 kami segera meninggalkan Kalimati menuju perjalanan sesungguhnya, puncak Mahameru yang gagah perkasa. Tampak berkelok-kelok seperti ular barisan para TSIer yang akan muncak Mahameru. Kerlap-kerlip lampu penerangan dari senter ataupun headlamp menghiasi vegetasi terakhir sebelum puncak Mahameru. Indah sekali. Layaknya barongsai panjang yang tengah menari-nari dengan gemulai. Peserta nampak disiplin sekali.

Semeru sepertinya ramai sekali. Iyalah, selain liburan orang datang kesini karena ingin merayakan 17 Agustus di gunung tertinggi di pulai Jawa ini. Sehingga bukan kami saja yang pagi buta ini muncak Mahameru. Karena menurut informasi, tanggal 17 Agustus ada larangan untuk menaiki puncak. Oleh karena itu untuk menuju puncak kami harus antri. Jadi setiap beberapa menit -kurang lebih 5 menit- sekali kami berhenti, jalan lagi, kemudian berhenti lagi. Begitu seterusnya hingga sampai atas.

Setelah Kalimati kami melewati Arcopodo, tempat ngecamp terakhir. Kami tidak ngecamp disana karena tempatnya kurang luas untuk menampung peserta yang berjumlah hampir 100 ini. Setelah Arcopodo kita akan menemui Cemoro Sewu, dimana Cemoro Sewu ini adalah batas terakhir vegetasi dan pasiran puncak. Dan sungguh teman-teman, medan dari Kalimati hingga Cemoro Sewu ini sungguhlah berat. Kita nggak cuma butuh fisik yang kuat pula karena jalannya yang semakin nanjak dan terjal. Akan tetapi mental yang kuat pula, seperti bersabar menunggu antrian jalan, nggak mudah lho menahan ego untuk nggak menyeruak barisan.

Sabar itu proses

Ditemani kabut yang tebal dan suhu yang rendah membuat kami benar-benar harus siap dengan segala hal. Aku ingat ada salah seorang panitia yang bilang “Kalau kamu melewati Arcopodo dan istirahat usahakan jangan sampai ketiduran, bisa kebablasan kamu ntar,”. Iyupz, dengan suhu yang kata Tim SAR yang lewat disebelahku katanya suhu pagi itu mencapai -50C. Memang, kawasan Bromo, Tengger dan Semeru (BTS)  pada saat bulan Agustus puncaknya suhu rendah. Sehingga bagi siapapun kalian yang ingin bermain di kawasan BTS di bulan Agustus, siapkan amunisi penghalau dinginnya.

Mulai naik pasir mulai terasa perjuangannya. Naik selangkah mundur dua langkah. Dari sini rombongan sudah mulai pecah. Karena tersusul oleh rombongan dari luar, sehingga membuat barisan kami pecah.  Kami sekelompok pun terpisah. Dan aku bersama Day, berjalan pelan menyusuri pasir untuk menggapai puncak. Kurang lebih pukul 04.30 tiba-tiba hujan turun. Astaghfirullah, dan sebagian rombongan kami rata-rata tidak membawa mantel. Karena ketika berangkat cuaca memang cerah. Duuh bodoh banget ya.

bukankah meminimalis resiko adalah salah satu bentuk kedisiplinan?

Tetapi banyak dari kami yang masih bertahan untuk lanjut kepuncak, salah satunya aku dan Day. Kami berlindung di balik bebatuan menunggu hujan reda. Beruntung jaket kami waterproof, sehingga sedikit membantu kami menahan air hujan yang masuk. Akan tetapi dingin tak bisa ditawar, jika kami tak bergerak, kami akan hipotermia. Oleh karena itu kami pun segera bergerak melanjutkan perjalanan. Baru beberapa meter berjalan tampak terlihat seseorang entah masih rombongan kami atau bukan yang terkena hipotermia. Mengerikan, mukanya pucat asli, menggigil dan tak berdaya. Aku dan Day pun begidik ngeri.

Ketika kami berjalan lagi, hujan pun segera turun kembali. Kali ini nggak main-main, si hujan bawa teman-temannya, angin dan dingin. Sehingga ketika aku dan Day tetap nekat naik, dari atas banyak orang berbondong-bondong turun kebawah. Beberapa dari mereka ada yang bilang di pintu puncak telah dihadang TNI agar kami nggak nekat sampai puncak. Tampak terlihat pula disekeliling kami wajah-wajah nekat yang bertahan. Aku dan Day pun bingung, hingga tanpa sadar aku pun melemah dan bilang “mending kita turun aja yuk Day”. Day pun sebenarnya sudah ngeri sama orang hipotermia, sehingga tanpa babibu lagi dia mengiyakan ajakanku untuk turun. “kesempatan kepuncak masih ada kok, sedangkan kesempatan keselamatan nggak ada yang tahu”.

Puncak hanyalah bonus, tujuan sebenarnya adalah kembali kerumah dengan selamat

Kami pun turun dengan perasaan plong. Mungkin sedikit kecewa karena kami tak berhasil menggapai puncak. Meskipun kami mencoba bertahan di tengah hujan dan dingin, belum tentu kami berhasil bertahan dengan selamat. Meskipun banyak teman-teman kami yang berhasil sampai puncak dengan selamat. Menurut cerita teman-teman yang sampai puncak, mereka bertahan sebentar di beberapa titik hingga para TNI turun. Sehingga ketika pukul 05.30 saat hujan mulai reda mereka lanjut lagi menggapai puncak. Sebenarnya iri total, karena mereka bisa memperjuangkan keinginan mereka sampai puncak. Akan tetapi aku meredam rasa kecewa ini dengan rasa ikhlas, toh aku sendiri nggak menyangkal jika sebenarnya pagi itu aku sudah tidak tahan dingin dan mulai lemah. Jika aku paksakan muncak, belum tentu aku pulang beraga dan bernyawa. Tuhan sudah merencanakan yang lebih indah.

 Jangan kamu paksakan egomu jika itu melibatkan keselamatamu dan temanmu

Sampai Kalimati kurang lebih pukul 07.00. Ternyata di Kalimati juga hujan, sehingga tenda kami dan sebagian barang-barang kami basah. Menjadikan pagi itu sekitar tenda telah berubah menjadi jemuran. Terlihat peserta TSIer sudah sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ada yang asyik menceritakan pengalaman muncak mereka pagi tadi, ada yang sibuk menjemur pakaian atau perkakas yang basah, ada yang sibuk foto-foto, dan ada yang sibuk merajut mimpi alias tidur, hehehee.
 
jemur menjemur :D
 


Pukul 13.15 setelah berfoto-foto bersama kami segera meninggalkan Kalimati. Kebetulan rombonganku ikut rombongan panitia di kloter terakhir. Sehingga TSIer sudah meninggalkan Kalimati, kami masih santai-santai dan jalan pelan-pelan. Sehingga baru pukul 18.00 tepat kami sampai Ranu Kumbolo.
TSIer
Sampai Ranu Kumbulo kelompokku pun segera mendirikan tenda, memasak dan langsung masuk tenda untuk tidur. Seperti malam di Ranu Kumbolo sebelumnya, kami pun main kartu sebagai pengantar tidur kami. Bedanya, malam ini tak sedingin malam Ranu Kumbolo sebelumnya. Entah suhunya yang menurun, atau akunya yang sudah mulai bersahabat dengan dinginnya Ranu Kumbolo ya, hehehee.

17 Agustus 2013
17 Agustus tahun 45
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka, Nusa dan Bangsa
Hari lahirnya rakyat Indonesia.. Merdeka
Sekali Merdeka tetap Merdeka
…..
(17 Agustus’45)

Pukul 05.00. Huaaaaa, selamat pagi Ranu Kumbolo, selamat ulang tahun Indonesiaku yang ke 68. Aku pun bangun dengan perasaan gembira. Yeah, tapi meskipun begitu aku pun tak segera beranjak dari tendaku. Hanya membuka sedikit pintu tenda dan membuka catatan kecilku menuliskan beberapa kalimat tak menentu. Setelah alarm perut berbunyi, mau tak mau aku segera memasak air dan mulai mengupas kentang untk sarapan. Tampak teman-temanku masih terlelap dalam SB masing-masing. Mereka baru terbangun setelah teh hangat siap di minum, uugghh dasar -,-

Setelah sarapan, kurang lebih pukul 10.00 TSIer berkumpul untuk upacara dan lomba-lomba. Entah kenapa ketika lagu Indonesia raya yang dinyanyikan secara serentak membuatku meneteskan air mata. Hingga lagu selesai dinyanyikan tampak mukaku telah penuh dengan air mata, hingga teman sebelahku yang tidak kuketahui namanya –karena dia nggak setim sama aku- terheran-heran. “Kamu nangis yan Mbak?” katanya. Aku pun hanya menanggapi dengan senyuman tanpa mengucap sepatah kata apapun. Haruku membuatku tak bisa berkata cuy. Lalu setelah upacara selesai acara dilanjut dengan perlombaan kelereng, tari bola dll.
 
upacara 17 Agustus di Ranu Kumbolo
love you Indonesia :*
Dasanya aku malas, begitu teman-teman pada lomba-lomba, akunya ngacir masuk tenda dan tidur. Terbangun gara-gara di ajak mas Mamet dan Yoga –peserta dari tim 4- untuk foto-foto disekitar Ranu Kumbulo. 



Beberapa saat kemudian kami semua packing dan bersih-bersih sampah disekitar tempat camp kami. Lalu kurang lebih pukul 14.30 kami serombongan segera meninggalkan Ranu Kumbolo.
 
teman sekelompok
Biasanya kalau mau pulang itu semangat banget, sehingga aku pun memberanikan diri untuk lari mengikuti ritme teman-teman TSI yang sepertinya sudah pendaki bonafit ini. Yah, kadang aku harus ngos-ngosan menahan detak jantungku yang lebih banyak aku pacu dan menahan rasa lelah yang menyelimuti sekujur tubuhku. Tetapi tak urung aku memberhentikan diriku agar tak bergerak lebih cepat. Ini bukan kekuatanku untuk lari macam serigala mencari mangsa. Aku masih keong yang perlu jalan pelan-pelan.

Pukul 16.50 sampailah kami di Ranu Pane. Waktu itu barengan sama Day dan mbak Riyang. Di Ranu Pane kami berkumpul sebentar, ada yang makan, cari souvenir, berburu kamar mandi dll. Baru setelah itu segera ke pangkalan jeep. Cukup lama kami menunggu keberangkatan, kurang lebih 2 jam. Dan ternyata memang ada masalah dalam kendaraan yang akan mengangkut kami. Sehingga pukul 20.00 kami baru berangkat ke Tumpang menggunakan truk. Sensasinya menggunakan truk lebih menegangkan ketimbang dengan jeep bukaan seperti waktu berangkat. Hentakan dari terjalnya jalan lebih berasa hingga sempat menggulingkan denyut dikepala. Lalu dengan body truk yang tertutup rapat kami pun hanya bisa menyaksikan indah bintang malam. Wow, ngeri-ngeri asyik, macam sapi guling.

Pukul 22.00 sampailah truk yang membawa rombongan kami di Gedung Rakyat Tumpang. Begitu turun langsung deh banyak yang berburu kamar mandi untuk muntah-muntah. Hahahaa. Truknya nggak bersahabat rupanya. Setelah semua rombongan berkumpul, pukul 23.00 kami segera meninggalkan Tumpang dan kembali ke Kartosuro.

18 Agustus 2013
Pukul 06.00 sampailah kami dibasecamp TEMPE. Alhamdulillah, semua sehat, semua selamat dan semua bahagia. Tak terasa kami semua telah melewati 6 hari dalam kebersamaan. Aku yakin, setiap peserta yang ikut pasti punya kenangan tersendiri akan TSI ini. Selain pengalaman baru tentu saja teman-teman baru.

Manisku, aku akan jalan terus . Membawa kenangan-kenangan dan harapan bersama hidup yang begitu biru -Soe Hok Gie- (Catatan Seorang Demonstran, LP3ES, 1983)

No comments:

Post a Comment