Friday, August 22, 2014

Sedikit Renungan

Tak ada angin tak ada hujan. Tiba-tiba saat saya baru saja mengaktifkan akun FB (facebook) ada pesan masuk dari seorang teman. Mengejutkan. Karena saya dan teman ini sudah lama tidak berkomunikasi. Lebih mengejutkan lagi inti dari percakapan kami adalah dia minta di carikan calon (pasangan hidup). Hampir meledak tawa saya saat itu. Emangnya saya ini tampang calo biru jodoh ya, sampai ada yang minta tolong dicarikan calon begitu. Hohohoho.

Tapi bukan itu yang membuat saya tercengang. Adalah ketika dia minta tolong dicarikan anak UGM untuk jadi pasangan hidupnya. Waktu saya tanyakan kenapa harus UGM. Jawaban dia agar ilmiah. Entah deh maksudnya apa. Tapi dari pembicaraan itu aku jadi teringat teman dekatku (perempuan). Temanku yang oleh orang tuanya tidak disetujui akan calon yang ditawarkan. Alasannya simpel, dia bergelar apa, lulusan mana, kerjaannya apa. Waow.


Saya pikir, memilih calon dengan modal utama penguasaan agama saja sudah cukup. Embel-embel yang dibelakang itu anggap saja bonus dari rejeki adanya pernikahan. Ternyata tidak semudah itu. Citra itu juga penting adanya. Kalau boleh saya menyimpulkan, teman saya yang mencari calon dari anak UGM ini (kebetulan dia laki-laki) pastilah nantinya bangga kalau dapat istri alumnus UGM. Keren. Begitu juga ibu temanku ini, kalau dapat menantu yang punya gelar panjang macam kereta, dia nggak malu buat ngobrol dengan tetangganya siapa mantunya.

Tak banyak orang tua yang tak menuntut siapa dan apa calon mantunya. Terlebih untuk kaum kami perempuan. Hal seperti ini mungkin saja wajar. Siapa sih yang nggak pengen anak gadisnya di imamin oleh orang yang hebat. Tetapi, kadang orang tua banyak berlebihan. Menuntut ini menuntut itu, yang mana tuntutannya itu berimbas pada pencitraan yang saya bilang di atas tadi. Bukan tuntutan yang murni karena untuk kebaikan si anak. Kenapa saya bilang begitu? Seperti kasus teman perempuan saya tadi, calon yang dia kenalkan ke orang tuanya adalah seseorang yang agamanya bagus, pekerja beretos tinggi, baik dan bertanggung jawab. Lalu, kenapa ditolak? Karena dia belum punya gelar apapun dinamanya. Ironis kan?

Apakah menjadi demikian utamanya kah bibit, bebet dan bobotnya seorang calon menantu masa kini? Kalau saya boleh berkata sadis “emang kalau gelarnya oke dan panjang ngejamin kita bahagia?” Hal yang perlu kita jadikan renungan saat ini kawan. Buat kalian (saya juga) yang masih single dan lagi ihtiyar mencari pasangan hidup. Komunikasikan dengan orang tua. Jangan sampai, kalian terlanjur cinta dengan pasangan, eeh orang tua nggak setuju. Mau kawin lari takut durhaka, mau melepas kok udah cinta ya. Hahahahahaha…

Ehh, gimana lok ngenalin dua teman saya ini aja. Kayaknya bisa jadi simbiosis mutualisme deh. Si teman laki-laki saya ini kan pengen dapet perempuan alumni UGM. Dan teman perempuan saya  ini alumni UGM juga. Terus orang tua teman perempuanku kan pengen punya mantu yang mapan dan bergelar oke. Dan teman laki-laki saya ini punya itu semua. Pas kan. Hahahhaaa, Maksa deh. Yah, urusan jodoh biarlah Allah yang ngatur. Pastinya nanti akan dapat yang pas, yang sesuai harapan dan do’a. 

Ya, Menikah tidak hanya sekedar menikahkan seorang laki-laki dan perempuan saja. Tetapi, juga menikahkan dua keluarga. Menikah juga tidak hanya sekedar mejeng di pelaminan terus honeymoon berdua kemana saja. Banyak hal yang perlu dipersiapakan. Saya terkadang bangga terhadap beberapa teman yang sudah berani mengambil langkah untuk segera mengakhiri masa lajangnya. Begitu hebatnya mereka bisa memperjuangan pasangan yang dipilih, lalu menikah, dan memasuki kehidupan baru. Saya yakin, prosesnya pasti panjang dan penuh perjuangan.

Okelah, untuk dua teman saya yang lagi pada ikhtiyar saya do’akan semoga kalian mendapatkan apa yang sesuai dengan do’a dan harapan. Aamiin (=^.^=)

No comments:

Post a Comment