Thursday, December 12, 2013

Ngadem di Merbabu yang Kelabu #Merbabu 2

Ini adalah pengalaman pertama saya mendaki gunung dengan teman-teman pendaki dari sebuah kelompok pendaki non mahasiswa. Biasanya saya mendaki gunung dengan teman-teman saya di UGM atau dari MAPALA (Mahasiswa Pecinta Alam) sebuah universitas. Namun kali ini berbeda, saya naik gunung bareng dengan pendaki dari TEMPE (Teman Pendaki) Kartosuro, dan POKPINK –singkatannya lupa- dari Ceper, Klaten.

Ceritanya bisa bareng mereka adalah ketika mas Hanif dari TEMPE ini ngajakin buat mendaki merbabu. Kebetulan lagi nggak ada acara, yaudah ikut aja. Kenalan dengan mas Hanif ini juga di sebuah acara di Camping Bani Saman, karena sama-sama IPM makanya nyambung. So, biar nambah temen dan pengalaman, saya pun menerima ajakannya. Dengan asumsi menjajal mendaki bareng bersama teman-teman non mahasiswa.

Jum’at 31 Mei 2013, hari yang telah ditentukan pun tiba. Untuk mempermudah pertemuan, saya pun ke Klaten dulu, tepatnya di Jatinom. Disana mampir dulu di warung soto milik mas Slamet yang juga seorang pendaki dari suatu kelompok. Sembari menunggu persiapan, saya pun berkenalan dengan teman-teman satu tim. Ada Ucup, Pak RT dari POKPINK dan mas Wahyu teman salah satu dari mereka.
 
Mose dulu depan warung mas Slamet
Kurang lebih pukul 14.30 kami pun berangkat ke Selo, Boyolali (basecamp merbabu) melalui Jatinom. Kurang lebih pukul 16.15 kami sampai basecamp. Cukup lama memang, karena waktu itu hujan dan kami pun berteduh sebentar. Sehingga baru sampai basecamp pukul 16.15. Kurang lebih pukul 17.00 kurang kami pun segera mendaki.
 
POKPINK
Pos demi pos kami lewati, sampai saat kami meninggalkan pos II tas salah satu teman kami, mas Wahyu, tertinggal. Entah bagaimana ceritanya, yang jelas baru sadar setelah jalan beberapa meter. Alhasil mas Hanif dan Ucup lari untuk mengambil. Hahaha ada-ada saja :D

Kami sampai pos III kurang lebih pukul 21.00an. Di pos III atau watu tulis lah kami ngecamp. Setelah tenda berdiri kami pun masak-masak, bercandaan dan kemudian tidur. Dan disinilah klimaks dari perjalanan ini. Ada sebuah kesalahan komunikasi yang membuat saya sedikit dongkol. Akan tetapi kedongkolan saya waktu itu juga dipicu karena kondisi saya yang lagi ‘dapet’ (menstruasi). Sehingga saya ngambek nggak ketulungan (kayak pas di Merapi, juga sempet ngambek :p ) Hohohohoo

Jadi ceritanya, dari awal mereka hanya akan ngecamp di pos III saja. Nggak muncak. Sedangkan bayangan saya kita mendaki ya muncak. Sebenarnya memang salah si, jika kita beranggapan bahwa naik gunung itu harus muncak. Dan ini pelajaran berharga buat saya. Bahwa mendaki gunung itu tak harus muncak, akan tetapi bagaimana kita menikmati pendakian ini menjadi ssesuatu yang bermakna.

Akan tetapi, ternyata kondisi saya waktu itu tidak bisa menerima akan nggak muncaknya pendakian tersebut. Sehingga saya menajdi tidak nyaman dan tetiba ngambek terus diam berkepanjangan. Membuat Pak RT, mas Wahyu, mas Hanif dan Ucup bingung. Soalnya selain mas Hanif mereka nggak tahu jika saya dalam kondisi menstruasi. Jadi mungkin mereka mengira saya hanya kecewa karena nggak muncak sehingga menjadi seperti itu. ya, saya memang kecewa, akan tetapi jika tidak dalam kondisi menstruasi biasanya saya bisa memendam rasa kecewa saya seapik mungkin. Akan tetapi karena dalam kondisi seperti itu, keluarlah kekecewaan saya dalam bentuk diam dan ngambek. Duuuuhhh jadi kayak anak kecil banget yaaaa *tutup muka :p * sampai-sampai dengan juteknya saya bilang ke Ucup masakannya kayak makanan kucing. Duuh maaf ya Ucuupp, ohohohoho
 
ini sebelum ngambek :p
Akhirnya sebelum dhuhur kami pun segera turun, karena beberapa dari kami ada yang punya acara. Waktu turun saya nya sudah ‘lumayan’ bisa ketawa lagi. meskipun masih tetep dongkol. Dan aksi ini terlihat dengan malasnya saya foto, padahal untuk orang senarsis saya malas foto itu sesuatu banget, hahahaha. Akhirnya ngadem di Merbabu ini begitu kelabu buat saya. Akan tetapi banyak hikmah yang saya ambil disini. Pertama komunikasi antar tim (terutama mengenai tujuan pendakian dan juga kondisi masing-masing person), dan yang kedua bahwa mendaki itu tidak harus selamanya muncak walau kondisinya bagus sekalipun (baik fisik ataupun cuaca). Ya, ini berbeda sekali dengan mahasiswa yang (kadang) berambisius jika mendaki itu harus muncak.
yah habis ngambek pose bentar lahh :p
Puncak hanyalah bonus, tujuan sebenarnya adalah kembali kerumah dengan selamat

Begitulah sekiranya pengalaman pertama saya mendaki bersama kelompok pendaki non mahasiswa. Terimakasih ya buat pak RT, mas Wahyu, mas Hanif, dan Ucup yang secara tidak langsung telah mengajarkan hal-hal yang begitu bermakna buat saya. Ini ceritaku, bagaimana ceritamu? (=^.^=)

No comments:

Post a Comment