Habis
lebaran haji ini banyak sekali teman yang membawa kabar gembira. Sudah bisa
ditebak bukan, kabar apa itu? Yup, kabar menikah. Tentu, aku bahagia banget
mendengar kabar itu. Siapa coba yang nggak bahagia kalau ada teman bahagia.
Tetapi kebahagiaan itu sirna ketika muncul mulut-mulut usil yang mengusik.
“Kapan kamu nikah Moly?”
Aku
memang pernah punya impian menikah muda. Pas jaman lulus SMA dulu. Tapi seiring
berjalannya waktu, banyak hal yang membuatku surut untuk mewujudkan impian itu.
Pertama kali surut ketika ada sebuah pertanyaan dalam hati yang mengatakan
“kamu yakin mau menikah sama si dia?”. Entah kenapa semenjak itu aku selalu
ragu untuk memulai hubungan serius dengan laki-laki.
Padahal,
pacar aku saat itu bukan lah orang buruk lho. Anaknya baik, dari keluarga
baik-baik. Dari segi fisik ganteng lah (walau masih ganteng Kaka pemain bola
Brazil :p). Otaknya juga berfungsi (walau nggak pinter-pinter amat). Tetapi,
kenapa untuk mendapat “klik” serius justru susah. Secara, di awal pacaran aku
selalu bilang “jangan lama-lama pelihara aku ya..”. Karena pada
prinsipnya aku lebih baik single
daripada lama-lama pacaran.
Bingung soalnya kalau kelamaan pacaran. Hahahahhaa.
Dari
situ aku tersadar, menikah itu bukan soal punya pacar atau nggak. Bukan soal lamanya
berpacaran juga. Semua itu bukan tolak ukur seseorang akan segera menikah. Toh
banyak pasangan pacaran lebih dari 4 tahun juga belum nikah. Dan banyak juga
orang menikah dengan orang yang tidak harus kenalan lama. Lalu, menikah itu
soal apa?
Kalau
aku bilang menikah itu soal rasa, kemantapan, dan kesiapan. Sudah punya pacar kalau belum
ada rasa ingin menikah ya belum akan menikah juga kan? Begitu pula sudah lama
pacaran kalau belum siap dan mantap ya belum akan menikah. Jadi apa salahku
jika aku menjawab pertanyaan-pertanyaan ‘usil’ itu dengan jawaban “do’akan
saja”. Harusnya jawaban seperti itu sudah jelas bukan, bahwa segala sesuatu itu
diiringi dengan do’a. Nggak salah dong kalau aku minta do’a agar aku segera
menikah.
Akan
tetapi, realitanya orang tak puas dengan jawaban seperti itu. Lalu muncul
pertanyaan-pertanyaan kembali. “Jangan kelamaan lho, udah mau 25 tuh”. “Makanya
jangan kebanyakan maen, serius dikit ngejalain hidup lah”. “Kalau cuma do’a sih
gampang, tapi usaha juga dong”. Dan masih banyak lagi pertanyaan sambungan
dengan sisipan nasihat-nasihat klasik.
Sebenarnya,
aku pribadi sudah kebal dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Jadi aku
selalu santai saja. Cuma heran aja, terkadang justru orang yang menasehati aku
seperti itu adalah orang yang belum nikah. Aneh kan? hahhahahaa. Sampai teman
SMA ku pernah uring-uringan gegara mengalami masalah yang sama. Dia tuliskan
juga ceritanya di blog (baca disini).
Oke.
Aku berterimakasih banget dengan teman-teman yang telah mengingatkanku untuk
segera menikah. Apalagi sebentar lagi aku udah 25 tahun. Angka rawan perempuan single konon katanya. Aku manusiawi kok,
jadi pastilah ada keinginan untuk menikah. Tetapi, sekali lagi aku bilang, aku belum
menemukan rasa yang membuatku ingin segera menikah. Beda ya tidak ingin dan belum
ingin. Beda pula ingin dan segera itu. Catet!
Aku
pernah berdiskusi dengan seorang teman. Pada kesimpulannya jodoh (atau menikah)
itu adalah rejeki. Yaitu takdir yang diusahakan dan diperjuangkan. Namanya
rejeki datangnya bisa kapan saja dan melalui banyak hal kan. Bisa dijemput,
bisa datang tiba-tiba, bisa nggak disangka, bisa tak diduga, dll. Jadi jangan
dikira aku ini diam saja tanpa usaha apa-apa. Aku memperjuangkan dong untuk
rejeki jodoh (atau menikah) ku itu.
Hanya
saja aku tidak memaksa harus sekarang atau harus segera. Aku sangat menikmati proses
perjuanganku, proses do’aku, dan juga proses kehidupanku. Aku nggak ingin
menikah karena diburu waktu atau pun usia. Aku nggak ingin menikah karena
teman-teman yang lain sudah menikah terus aku juga harus segera menikah. Nggak.
Nggak segampang itu.
Aku
akan menikah jika Allah memang sudah memantapkan rasa didalam hatiku. Aku akan
menikah jika memang semua terasa “klik”. Ketika semesta bersatu padu dengan perjuangan
dan keyakinan dua insan serta kerestuan kedua belah pihak keluarga, saat itulah
aku akan menikah. Sebab,
jika semua komponen itu berjalan harmonis, ridho Allah sudah mengiringi langkah
kami. So, jika sekarang aku single
mengapa harus dipertanyakan lagi? Tenang saja aku masih bahagia dengan
keadaanku seperti ini kok. Terakhir, do’kan saja yaaaaa… hehehehe (=^.^=)
No comments:
Post a Comment