Wednesday, September 11, 2013

Bromo : Sahabat Gunung Pertamaku



Alam adalah sahabat terbaik, begitu aku bilang ketika pertama kali menginjakkan kaki di kaki gunung Bromo ini. Landscape yang cantik, dengan hiasan hamparan ladang yang luas, bunga beraneka ragam berjejer manis di sepanjang jalan, puncak gunung menjulang tinggi dengan balutan kabut tipisnya. Subhanallah aku bisa menikmati salah satu ciptaan-Nya yang maha indah itu.

Mengapa aku bilang alam adalah sahabat terbaik? Karena alam telah banyak memberikan banyak inspirasi bagi yang mencarinya. Alam dengan keindahannya membuka mata, hati, dan pikiran setiap insan yang mengagumi ciptaan Raja Alam pemilik semesta ini. Ketika inspirasi tumpul, alam dengan sendirinya membuka pikiran kita kembali. Ketika hati gundah gulana, alam dengan indahnya meyajikan kesejukan bagi hati kita. Ketika jiwa kosong tak menentu, alam dengan hebatnya mampu mengisi kembali jiwa kita. Sehingga pencerahan dalam sekali mata memandang telah memberikan warna untuk hidup kita.
Aku, tak pernah bosan menikmati keindahan alam ciptaan Tuhanku, Allah yang Esa. Dia selalu menyajikan kenikmatan untuk hatiku, mataku, dan pikiranku dengan panaroma indahnya alam ini. Tak henti-hentinya aku selalu bersyukur, Dia selalu memberiku kesempatan untuk menikmati keindahan alam ciptaan-Nya.
Bromo, merupakan salah satu ciptaan-Nya yang terletak di wilayah Jawa Timur.  Gunung dengan ketinggian 2.329 mdpl ini terkenal sebagai gunung berapi yang masih aktif. Namun eksotika pemandangannya tak meluruhkan wisatawan untuk selalu berkunjung melihat lautan pasir dan kawah yang disajikan untuk dinikamati keindahannya. Suku Tengger merupakan salah satu penduduk yang tinggal di kawasan kaki gunung Bromo ini, yang terletak di kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Dan disinilah aku berada saat ini, tepatnya di dusun Wanasari, Ngadisari, Sukapura, Probolingg.
Aku datang dari Jogja ke Bromo bukan karena tanpa tujuan. Tiga puluh tujuh hari aku akan berteman dengan alam yang memiliki pemandangan indah ini. Aku ke Bromo selain karena aku KKN adalah karena aku mempunyai keinginan yang harus aku lakukan sesampai aku di kaki gunung ini. Aku ingin membuang sebuah sebuah luka yang aku bawa dari Jogja ke Bromo, berharap bersahabat dengan alam sekian hari dapat mengobati kerinduan hatiku akan kedamaian.
Subhanallah, aku baru menginjakkan kakiku di kaki gunung ini empat hari yang lalu tepatnya tanggal 7 Juli 2012, akan tetapi kedamaian hidup telah aku temukan disini. Mataku tak pernah lepas memandang keindahan pegunungan Bromo ini, hatiku tak henti menggetarkan kebahagiaan yang dipancarkan dari keramahan penduduknya, dan pikiranku menjadi terbuka seluas cakrawala menghampar dengan segala inspirasi yang selalu ada disekitar sini.
Sungguh hal yang tak bisa aku bayangkan, 3 bulan aku sedih, aku galau, aku hidup tak menentu, tapi begitu aku mengenal alam yang menghampar indah ini aku menemukan kembali jalan terang yang akan ku lalui.
Alam begitu hebatnya, memberikan inspirasi bagi yang mencari, memberikan keindahan bagi mata yang memandang, memberikan kenyamanan untuk hati yang terluka, dan memberikan kedamaian untuk jiwa yang kosong. Alam aku ingin bersahabat denganmu selalu, menghapus laraku menggapai semangatku.

Bromo Tengger, 11 Juli 2012.

Secuil goresan dari diary KKN (Kuliah Kerja Nyata) ku mengingatkan ku akan indahnya Bromo. Gunung pertama yang aku kenal, sahabat gunung pertamaku. Ya, selama KKN di suku Bromo Tengger, aku tak melewatkan kesempatan untuk sekedar mampir dan berkenalan dengan alam disana, termasuk Bromo. Selama KKN pula, aku menyempatkan ke Bromo dua kali. Tapi disini aku hanya menceritakan pengalaman pertamaku berkenalan dengan Bromo.

Pertama kali mengunjungi Gunung berkawah ini pada tanggal 21 Juli 2012 tepatnya H+2 puasa versi Muhammadiyah dan hari pertama puasa versi nasional. Bersama teman-teman Sub Unit 3 KKN Bromo (Uul, Monika, Etha, Uli, Gustin, Iffa, Brando, Edy, Bonny, dan Nudia) sehabis subuh, tepatnya pukul 04.00 kami berangkat ke Bromo menggunakan jip. Kalau ditanya berapa biaya sewa jipnya, kami kurang tahu, karena kami anak KKN jadi dapet potongan harga. Hohohohoho, mahasiswa banget cari kortingan.

Pagi itu sudah terlihat lalu lalang jip-jip yang membawa wisatawan menuju Bromo membelah jalanan sepanjang Ngadisari (desa di bawah kaki Gunung Bromo). Ternyata ramai juga wisatawan pemburu sunrise ini. Tampak juga wisatawan asing yang akrab kami sapa bule itu bertebaran disepanjang pelataran tempat parkir jip dan ojek. Banyak bule ganteng lhoh, hihihihi. Begitu sampai di tempat parkir jip dan ojek, disambutlah kami dengan dinginnya Bromo. Bbrrrrrr. 

Dari tempat parkir perjalanan dimulai dengan jalanan berpasir. Hmmmm, jadi ini to tempat syuting film Pasir Berbisik yang diperanin Dian Sastro dan Christine Hakim. Memang, bila didengar seksama, seakan-akan pasir ini berbisik, memunculkan melodi pertemuan antara angin dan pasir. Merdunya suara alam ini.

Alam tak pernah bosan menyajikan keindahan bagi para penikmatnya, termasuk nyanyiannnya.

Aku pikir kala itu, jalanan dari tempat parkir menuju puncak kawahnya amatlah dekat. Sebab, sebagian teman KKN laki-laki sering kesini dan bilang cuma dekat dari parkiran. Aahhh, itu dekat buat kalian, bukan buatku, kataku dalam hati saat itu >.<

Jalanan tak hanya berpasir, sesekali ada tanjakan kecil menanti kami di sepanjang jalan. Ohhh, jadi begini ya jalanan gunung itu, kenalan dulu yaaaa. Dan jalanan pasir ini disponsori oleh ‘ranjau’ kuda. Bagaimana tidak, sepanjang jalan terdapat kotoran kuda bertebaran dimana-mana. Sebab, bagi wisatawan yang tidak kuat jalan dari tempat parkir sampai kaki anak tangga telah disediakan penyewaan kuda. Hanya sayang sekali, mereka –para pemilik kuda- tidak memasang tempat kotoran pada pantat kudanya, sehingga kotorannya bertebaran disepanjang jalan. Sayang sekali ini, Bromo menjadi kotor -,-

Begitu sampai ujung jalan kami disambut dengan anak tangga yang menjulang menuju kawah Bromo. Tidak kubayangkan, teman-teman KKN ku saat bersih-bersih anak tangga ini, pasti capek nya minta ampun. Tangga yang tak begitu tinggi tetapi memiliki kemiringan hampir 700 itu pastilah membuat ngos-ngosan. Aku tak menghitung berapa banyak anak tingga ini, tetapi entah kenapa membuat lelah tiba-tiba menyerang. Uughhh, padahal lagi puasa nggak bisa minum deh. Naik pun pelan-pelan, toh sunrise belum muncul, toh kawah Bromo juga nggak kemana, batinku saat itu.
Pada akhiiirrnya, setelah hampir setengah jam ngos-ngosan sampailah pada puncak kawah Bromo. Subhanallah, nggak bisa bilang apa-apa deh kecuali rasa syukur. Rasanya nggak kebayang bisa menaiki gunung dan sampai puncak. Tampak di ufuk timur sang surya mulai bersinar menerangi jagad raya. Tasbihpun seakan bersinar, berbisik melalui hembusan angin, dan berderu melalui bisikan pasir. Subhanallah, subhanallah, subhanallah.
Fajar terang di Bromo

Kawah Bromo
Puncak pasiran di pinggir kawah
Tuhan yang Memelihara kedua tempat terbit matahari dan kedua tempat terbenamnya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-Rahman 17-18)

Sungguh, dapat menikmati alam ciptaan Tuhan adalah anugrah tersendiri yang tak bisa di ungkap. Keindahannya dan kedamaiannya memberi warna tersendiri bagi para penikmat alam. Aku kini percaya, ketika salah seorang teman berkata kepadaku ‘sekali kamu naik gunung, pasti kamu ingin terus dan terus’. Di puncak kawah Bromo inilah aku mulai jatuh cinta dengan gunung dan dia menjadi sahabat gunung pertamaku. Pastinya masih banyak puncak yang menawarkan keindahan, menawarkan kedamaian, dan menawarkan banyak inspirasi. Di puncak kawah Bromo inilah aku juga mulai berkeinginan menjelajahi negeri atas awan. Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk bertadabur dengan alam-Mu, menikmati segala keindahan lukisan-Mu dan mensyukuri segala ciptaan-Mu, do’aku dalam hati kala itu.


Mencintai alam seperti aku mencintai Tuhanku. Karena Dial ah, aku jatuh cinta terhadap apa yang diciptakan-Nya.

(=^.^=)

No comments:

Post a Comment