Saturday, June 28, 2014

Prau-Sikunir

Kalau ramadhan tahun kemarin disambut dengan mengunjungi Sindoro. Maka ramadhan tahun ini disambut dengan mengunjungi Prau dan Sikunir. Kalau ramadhan tahun kemarin mengunjungi Sindoro H-1 puasa. Kalau ramadhan tahun ini cukup H- seminggu (20-21 Juni 2014) puasa saja. Hohohoo

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku ke Prau. Karena pada November tahun lalu aku pernah main ke Prau juga bersama duo tengil Wisnu dan Ito. Eehh kunjungan ke Prau ini juga sama Wisnu lagi, tapi nggak sama Ito soalnya dia sok sibuk. Ditambah teman dari Jakarta Rega. Aslinya sih emang ke Prau buat nganter rega.

Lagi-lagi tertantang untuk mengendarai motor sendiri. Soalnya kami bertiga gitu. Jadi mau tak mau Dorada –nama motorku- harus ikutan jalan-jalan ke Dieng. Sebenarnya pula, ini bukan pertama kalinya aku mengendarai motor sendiri. Karena dulu pendakian ke Sindoro dan Sumbing juga pernah jadi pengendara tunggal. Bedanya, kalinya aku harus boncengin Rega plus kerir.


Emang sih, si Rega nggak gemuk-gemuk amat. Tapi kerirnya cukup gemuk. Jadi berasa bawa ekor gitu. Mana jalan menuju Dieng itu nanjaknya ampun. Naik-turun naik-turun nggak habis-habis. Udah gitu kita melalui jalan yang miskin lampu lalulintas. Jadi nggak ada waktu buat istirahat sejenak. Berasa wonder woman banget deh -____-“

Kami nanjak di Prau melalui Dieng. Kami berangkat dari Jogja pukul 2 siang. Harusnya sampai Dieng pukul 5 sore. Tapi karena hujan kami sempat berhenti dua kali. Jadi sampai Dieng baru pukul 18.30. Sempet ada kendala juga di perjalanan. Tiba-tiba di tanjakan beberapa meter sebelum Pathak Banteng si Dorada macet. Di tanjakan pula. Duuuhh, untung nggak oleng -,-

Alhamdulillah. Setelah beberapa menit didiamkan Dorada mau hidup lagi. Beruntung pula saat Dorada hidup ada orang nolong. Jadi untuk sementara Rega ada yang nebengin. Tapi cuma sampai Pathak Banteng. Padahal tu orang rumahnya di Sikunir yang artinya ngelewatin Dieng. Yaudah deh nggak papa. Sini Reg, bonceng mantannya Pedrosa lagi. Hohohohoho..

Sampai Dieng, setelah mampir sejenak di basecamp Festival Dieng, kami berkunjung di rumah Om Topik. Karena rencana nanjak Prau pukul 10 malam. Jadi masih ada waktu 2-3 jam untuk istirahat sejenak. Dan seperti biasa, kemalasan mulai menghantui. Rencana nanjak pukul 10 malam mundur jadi pukul 11 malam. Hadeeuuhhhh.

Persiapan oke. Mari kita nanjak. Merasakan dingin Dieng yang amat sangat menusuk. Pada saat pendakian pertama dulu belum ada tempat restribusi dan ijin pendakian. Kalau sekarang sudah ada. Tempatnya di dekat terminal beberapa meter dari gapura bertuliskan ‘selamat datang dikawasan dieng’. Jadi sebelum nanjak kami ijin dan bayar restribusi dulu. Satu orang kena Rp 4.000.

Pukul 12 malam kurang, kami mulai memasuki trek pendakian Prau. Jalan masih enak dan landai seperti dulu. Paling ketemu jalan nanjak di sebelum hutan dan sebelum repeater atau pemancar. Di jalanan nanjak sebelum memasuki hutan aku tukaran tas dengan Rega. Karena aku hanya bawa daypack dan Rega bawa kerir yang gede. Sedangkan Rega saat itu kecapekan. Jadi sebagai teman manis yang baik kami tukeran tas deh.

Ah ternyata jalanan terjal sebelum pemancar menyulitkanku. Aku seperti mulai kepayahan. Aku tanya wisnu jam berapa saat itu. Dia jawab hampir setengah 3 katanya. Pantes aku capek. Aku belum tidur. So, sebagai kambing diantara 2 kembang, Wisnu memutuskan untuk ngecamp di repeater. Ya, dia kasihan melihatku dan Rega sudah kepayahan. Sorry ya Wis, aku ngantuk banget soalnya. Hohohoo.

Pagi matahari cantik. Aku terlambat bangun. Hahaha. Saking capeknya aku bangun pukul 5 pagi. Tapi keluar tenda pukul 05.30. Sedangkan Rega dan Wisnu baru keluar pukul 6 lebih. Setelah foto-foto cantik dan sarapan, pukul 09.00 kami turun. Karena mau lanjut main ke Sikunir.

hooaaammm, good morning Indonesia :*
lanskap cantik diseberang sana
jangan di tiru yaa :D
trio kwek-kwek, XD LOL
Sebenarnya ke Sikunir paling oke kalau pagi-pagi buta. Karena disana terkenal dengan golden sunrise-nya. Tetapi berhubung Rega nggak mempermasalahkan itu, maka kami pun lanjut ke Sikunir. Kami berangkat setelah dhuhur.

Awalnya agak sangsi untuk ke Sikunir. Secara jalan menuju Sikunir aduhai kerennya alias off road sekali. Nggak cuma naik-turun tu jalan, tapi nggronjal-nggronjal pula. Tapi bismillah aja deh. Bisa-bisa. Alhasil setelah melewati (yang katanya) desa tertinggi di pulau Jawa, si Dorada macet lagi. Harus didiamkan lagi. Alhamdulillah setelah bertarung melawan itu jalan sampai juga di basecamp penanjakan Sikunir. Fiuuhhh, lega.

Begitu sampai tempat parkir kami langsung menitipkan tas, karena kami akan nanjak hanya bawa kamera saja. Kebetulan di sana ketemu mas-mas yang nebengin Rega. Eeeh bukan kebetulan sih. Tu orang sempat ngejar kita pas papasan di desa habis tempat restribusi Sikunir. Rega yang liat. Pas ketemu kami lagi, dia bilang lagi nengokin sawahnya di daerah sana. Ahh alibi lu mas, bilang aja pengen ketemu kami lagi. Isshhh…


Kami nanjak pukul 14.30. Kami pikir butuh waktu 1-2 jam untuk sampai puncak. Maklum ini pertama kalinya buat kami bertiga ke Sikunir. Ternyata nggak ada setengah jam kami sampai. Padahal waktu itu kakiku sakit banget, ada lecet di sela-sela jari akibat gesekan di sepatu. Meskipun di atas nggak dapat view bagus buat di pandang, soalnya udah sore dan berkabut. Tapi kami tetap puas. Tetap terlihat indah.


Menikmati alam itu harus dari hati. Karena apapun keadaannya pasti akan terlihat indah.

Begitu sampai bawah kami pun segera bergegas agar tidak kemalaman di jalan. Sebab jalan alternatif Magelang-Wonosobo kalau habis maghrib pasti dipenuhi truk. Dan kami malas bertele-tele di belakang truk pada kondisi jalan yang nanjak. So, akhiri petualangan ini dengan Alhamdulillah. Yeeeeyyyyy :)

Oke, selamat menyambut ramadhan teman-teman semua. Semoga ibadahnya khusyuk dan mendapat kemenangan di hari nan fitri esok. Aamiin. (=^.^=)

No comments:

Post a Comment