Friday, February 6, 2015

Aku dan Tangisanku

Secara pribadi aku mengakui jika aku ini sensitif dan cengeng. Perasaanku sangat peka terhadap hal-hal yang berbau haru-biru. Saking cengengnya, baca buku atau nonton film yang menguras air mata, pastilah aku sudah menangis sesenggukan. Sangat bertolak belakang dengan sifatku yang terkenal keras ini.

Namun perlu diketahui, untuk hal-hal pribadi yang mengharu-biru, aku belum pernah menangis di depan umum (atau teman-temanku). Ketika aku sedih dan punya banyak masalah lalu cerita ke teman, aku belum pernah menangis di depan mereka. Sungguh aneh kan? padahal jika aku sedang sendiri pasti langsung menangis. Saking nggak kuatnya.



Menangis sendiri itu sama sakitnya dengan menahan tangis di depan teman yang mau mendengar keluh kesah kita. Sehingga buatku percuma menangis sendiri, karena tetap belum puas untuk mengungkapkan rasa. Aku selalu berusaha membuat perasaanku jujur. Artinya, jika aku ingin menangis ya aku bisa menangis didepan teman yang mendengarkan ceritaku. Tanpa di tahan-tahan.

Sehingga banyak orang mengatakan aku adalah perempuan yang tegar. Mampu mengatasi masalah dengan hati yang lapang dan tenang. Bisa kuat menghadapi masalah tanpa meneteskan air mata kesedihan. Bohong semua itu. Karena itu hanya diluarnya saja. Toh ketika aku sendirian juga menangis sesenggukan.

Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Sebisa-bisanya aku menahan tangis didepan orang lain, pastinya akan pernah bisa menangis di depan seseoang. Rupanya ada dua orang yang mampu membuatku jujur mengungkapkan rasa. Yang menurutku mereka dikirim Allah hanya untuk bisa mendengar tangisku. Aku pribadi pun tidak menyangka bisa langsung menangis di depan mereka saat bercerita tentang kesedihanku.

Siapa mereka? Yang pertama adalah teman baik yang sudah ku anggap sebagai kakakku. Awalnya aku bisa menangis juga tidak di sangka-sangka. Memang saat itu perasaanku sedang kalut. Bapak baru saja meninggal. Aku sedih, aku menangis, tetapi selalu sendirian. Bahkan saat bapak di makamkan, aku hanya meneteskan air mata tanpa sesenggukan layaknya orang menangis kehilangan. Justru orang-orang disekitarku yang menangis.

Saking sakitnya menangis sendirian, aku ketemu dengan sahabatku. Harapanku, aku bisa menangis di depannya disela aku bercerita mengenai rasa kehilanganku. Namun tetap tidak bisa menangis. Rasanya kayak ketahan gitu. Padahal udah berusaha melepas. Sahabatku ini pun adalah seorang psikolog, harusnya aku bisa leluasa menangis di depannya dong.

Lalu, hal yang tidak ku sangka-sangka adalah saat ketemu si kakak ini. Aku belum lama kenal dengan si kakak. Tetapi entah kenapa aku malah lebih bisa menangis di depannya daripada di depan sahabatku. Apa karena si kakak memiliki sifat yang kayak bapak? Entahlah…

Yang kedua adalah dosenku. Ini lebih aneh lagi bukan? Aku datang ketempat beliau sebenarnya buat konsultasi mengenai perkuliahanku yang nggak jelas ini. Tetapi, begitu sampai di depan beliau aku malah menangis. Beliau pun mengijinkanku menangis ketika aku bilang “pak saya ingin menangis”. Hampir 5 menit aku sesenggukan di depan beliau tanpa sepatah kata pun. Hahahhaa, konyol kalau di inget-inget. Jadi aku malah bingung ngadep beliau untuk tujuan apa.

Oleh karena itu, aku menulis ini untuk mengucapkan terimakasih kepada dua orang yang telah dikirim Allah untuk mendengarkan tangisanku. Membantu melepaskan segala ‘rasa’ tidak nyaman yang ada dalam diriku (yang aku yakini udah numpuk berbulan-bulan). Terimakasih, terimakasih, terimakasih, dan terimakasih. (=^.^=).

No comments:

Post a Comment